Kisah Kita

8/07/2018 07:34:00 PM

Bagaimana jika nanti kita duduk-duduk di bawah pohon nan rindang, lalu menikmati buah-buahan yang ranum, sambil memandangi sungai susu yang mengelok indah.

Semilir angin berhembus lembut, ditemani kicauan burung, kita berbincang bersama. Akan kemana kita hari ini? Bagaimana kalau bertemu kawan kawan lainnya? Kamu mengangguk.

Ku lihat kawan-kawanku saling bertukar salam menyambut kami. Riang gembira penuh kedamaian. Kita lalu saling bertukar cerita. Mengenang kisah-kisah haru bagaimana kita semua bisa berkumpul di sini.

Ah, aku jadi semakin merindu. "Bagaimana kalau kita ke rumah Rasulullah?" Ajakmu. Kita lalu pergi bersama. Tiap langkah selalu mendebarkan, menorehkan rasa rindu yang semakin dalam. Bagaimana ini? Apa Rasulullah sudi menerima kita? Memang kita pantas? Aku sungguh tak percaya diri.

Kau lalu menggenggam tanganku erat. Menguatkanku untuk ke sana. Kita melewati rumah tetangga Rasulullah. Para manusia yang rasa cintanya pada Rasulullah jauh melebih rasa cinta pada dirinya sendiri.

Ah, ini pasti rumah Talhah, ia yang dulu membiarkan tubuhnya ditikam puluhan sabetan pedang demi melindungi Rasulullah.

Ah, ini pasti rumah Zubair, orang pertama yang menghunuskan pedangnya di jalan, demi membela Rasulullah yang tengah diganggu Quraisy. Dia kan termasuk teman setia Rasulullah.

Sedangkan aku, ah tak ada seujung kuku pun?

Kami tiba di depan rumah Rasulullah. Sebuah istana megah yang sangat indah. Aku sendiri yang mengetuk pintunya, "Assalamualaikum.." hatiku berdebar tak karuan.

Momen itu pun terjadi.

Pintu terbuka, ku lihat Rasulullah menyunggingkan senyum bahagia. Oh, lihatlah wajahnya begitu bercahaya. Rasululllah lalu menyuruh kami masuk, lalu menghidangkan minuman jahe hangat dan daging panggang.

Kita dan Rasulullah lalu saling bertukar cerita, tentang bagaimana kita hadir di sini. Aku menanyakan bagaimana kisah di Thaif sebenarnya, "apa yang membuat engkau begitu teguh di sana ya Rasulullah?"

Kamu lalu menanyakan tentang peristiwa isra mi'raj, "bagaimana itu bisa terjadi? Teknologi seperti apa buroq itu?"

Kita juga bercerita tentang sulitnya perjuangan membebaskan Masjid Suci, tempat dahulu engkau salat bersama ratusan ribu Nabi dan Rasul, sebelum melesat ke langit ketujuh.

Amboi, Rasulullah bilang bangga bukan main pada perjuangan kita. Rasulullah juga bercerita tentang salawat yang selalu kita panjatkan untuknya, "Ya aku selalu tersenyum saat mendengar kalian bersalawat untukku." Ujarnya.

Tak ada kesedihan, ketakutan, kegelisahan, kepayahan. Semua sirna. Kini tinggal kedamaian, kebahagiaan, dan cinta yang semakin dalam.

Ya. Ini kisah kita, aku dan kamu. Setidaknya kita harus berani bermimpi, untuk mewujudkan cerita ini menjadi nyata.

*diadaptasi dari ceramah Oemar Sulaiman, "Love of the Prophet".




You Might Also Like

0 komentar

Instagram