Sok Kaya
10/17/2017 11:44:00 PM
Suatu hari...
Dalam sebuah kemarau yang berkepanjangan, seluruh kota mengalami
paceklik yang habiskan bahan pangan. Panas matahari menyengat wajah-wajah
manusia yang cemberut kelaparan. Para bapak kebingunggan mencari penghidupan. Para
ibu kewalahan menenangkan anak-anak yang merengek minta makanan.
Lalu seorang pendatang yang tak kalah laparnya mencoba
mecari peruntungan. “Bolehkan saya meminta makan? Saya amat kelaparan..” adunya
pada sang pemimpin negara.
Yang ditanya menunduk.. Kemudian ia berteriak, “Wahai
penduduk kota, adakah yang bersedia memberi ia makan?”
Semua orang terdiam. Saling lempar pandang, melirik
perlahan, tanda tak mampu berikan bantuan.
Tiba-tiba, seorang wanita mengangkat tangan. Semua orang
terperangah, “siapa gerangan ia yang masih mampu memberi seorang pendatang
makanan?” Pasti hartanya sangat banyak, terka semua orang dalam hatinya.
Wanita tersebut lalu mengangguk dan tersenyum teduh
menanggapi semua mata yang tertuju padanya. Lalu mempersilahkan sang lelaki untuk
masuk ke rumahnya.
Oh, lihat lah, kini lelaki tersebut makan dengan lahap satu
mangkuk bubur nan nikmat. Walau ia bertanya-tanya mengapa ia harus makan dalam
gelap. Ia tetap bahagia berbincang dengan tuan rumah yang amat ramah.
Ia tidak tahu, yang ia makan adalah makanan terakhir di
rumah tersebut, milik seorang bayi, yang saat itu sengaja ditidurkan. Ia tidak
tahu, sang tuan rumah sedang beradu akting, mendenting-dentingkan sendok dan
mangkok kosong, berlagak sedang makan bubur dengan nikmat.
Ia tidak tahu saja..
“terima kasih banyak hidangannya Ummu Sulaim dan Abu Tolhah,”
ucap lelaki tersebut dengan haru dan bahagia.
***
Suatu hari...
Bumi berguncang.
“Berlindung semuanya!” teriak seorang lelaki. “gempa bumi!”
Teriak yang laiinya. Semua orang panik sekaligus bingung. Suara gemuruhnya
meneror seisi kota. Asap mengepul membumbung ke udara.
Sambil mencari keseimbangan, seorang waita berusaha mencari
tahu penyebab berguncangnya kota hari itu.
“Ada apa ini?” tanyanya panik, pada siapapun yang tengah
melintas.
“Tenang, ini bukan gempa bumi..” balasnya untuk menenagkan
semua orang. ”.. totalnya ada 700 unta berisi penuh harta kekayaan. Semuanya untuk
diinfakkan!” lanjutnya.
Siapa gerangan orang sok kaya ini?
Tak tanggung-tanggung, kabarnya sang dermawan ini juga
pernah menyerahkan 500 kuda untuk tentara muslim. 1500 unta di peperangan
lainnya, dan mewasiatkan 50.000 dinar menjelang kematiannya untuk diinfakkan di
jalan Allah.
“Aku harap aku bisa seperti Abdurrahman bin Auf,” harap sang
wanita sambil tersenyum, menyudahi kegaduhan guncangan di kota hari itu.
***
Suatu hari..
Seorang pria datang petantang-petenteng penuh percaya diri.
Ia tatap dengan sinis sahabat di sampingnya. Ya, sahabat sekaligus musuhnya
yang harus ia kalahkan hari ini. Berbagai rencana telah ia susun. Ia yakin
benar kali ini akan menang.
“ehem!” ia berakting batuk untuk menarik perhatian.
“Aku serahkan hartaku untuk membantu peperangan kali ini,”
ucapnya tegas, sambil menyerahkan timbunan hartanya.
“Berapa yang kau sisakan untuk keluargamu?” Tanya komandan
perang kali itu.
“Sama dengan yang aku serahkan.” Jawabnya sambil tersenyum. “Aku
infakkan separuh dari seluruhan hartaku! Coba kalahkan itu sahabatku!” ucapnya
dalam hati sambil melirik sahabatnya.
Orang yang dilirik tetap tenang dan teduh. Kemudian berkata,
“Aku serahkan seluruh hartaku untuk peperangan kali ini,”
Pernyataannya menyentak semua orang. Seluruhnya? Tidak masuk
akal! “Lalu apa yang kau sisakan untuk keluargamu?” tanya komandan.
“Aku sisakan Allah dan Rasulullah,” jawabnya tetap tenang,
disertai senyuman yang menyimpulkan keikhlasan tiada banding.
Umar mendengus kesal, “aku kalah lagi..” Abu Bakar memang
tak terkalahkan.
***
Suatu hari..
Seorang lelaki petualang nan gagah berani, menangis tersedu-sedu.
Ia hanya bisa terbaring dengan derai air mata yang mengalir membasahi pipinya.
Hidupnya sudah dipenghujung waktu.
“Mengapa kau menangis?” tanya sahabat yang menemaninya.
“Aku takut jika selama di dunia, aku mengambil harta terlalu
banyak untuk diriku..” jawabnya sambil terisak.
Sahabatnya hanya bisa menunduk, berjuang menahan air matanya
yang akan tumpah. “bagaimana bisa orang ini merasa amat kaya!” batinnya dalam
hati. Padahal harta di rumahnya hanyalah wadah untuk minum dan berwudhu.
Padahal seluruh gaji sebagai gubernurnya tak pernah disentuh walau satu dirham!
Betapa ia kagum dengan sahabatnya. Salman Al Farisi, selalu
mengingatkannya akan pesan Rasulullah,
“Agar mereka tidak membiarkan dunia menguasai mereka dan
tidak mengambil bagian darinya sekedar bekal seorang pengendara..”
***
Mereka lah orang-orang “sok kaya” di mata manusia berlogika
dunia. Mereka yang seakan-akan tak pernah takut kehabisan harta. Bukan apa-apa,
mereka hanya percaya ada investasi dan bisnis yang lebih menguntungkan dengan
Tuhannya. Berjual beli, menukar diri, dengan Surga.
Sok Kaya! Mereka yang hartanya selalu ada digenggaman
tangan, bukan tertanam di hati yang melenakan.
Sumber:
Biografi 60 Sahabat Nabi karya Khalid Muhammad Khalid
0 komentar