"Gak usah ngatur-ngatur, gue sukanya di sini," ucap sang wanita sambil ngedeprok di lantai. Lawan bicaranya hanya bisa mengehela napas. Melengos lalu pergi.

Duh duh, dahulu kala di zaman Romawi masih berjaya, wanita layaknya alat pemuas nafsu. Kecantikan dan semua tubuhnya hanya untuk kesenangan lelaki. "Tak penting wanita punya otak, yang penting punya aku.." ucap sang Raja genit di antara ratusan selir sambil tertawa senang.

Duh duh, dahulu di zaman Arab masih diliputi kegelapan, wanita layaknya status kekayaan. Simbol kemegahan harta sang bangsawan. Banyak harta, berarti banyak wanita. Tak lebih dari mainan semata, bisa dijual beli, dioper-oper, diwariskan, dan sebagainya.

Begitu rendahnya. Merosot hingga ke palung bumi.

Hingga Islam hadir mengangkat tinggi posisimu. Melesatkannya dari kedalaman palung hingga melayang-layang di langit.

Ia jaga keindahan tubuhmu dengan perintah menutup aurat.

Ia jaga kehormatanmu dengan perintah larangan berzina.

Ia tinggikan engkau dengan kewajiban menuntut ilmu.

Ia sandingkan engkau dengan sebaik-baik perhiasan dunia.

Ia pelihara engkau dengan apresiasi tinggi bagi orang tua yang mampu mendidik anak perempuan dengan baik.

Ia sayangi engkau dengan perintah untuk memperlakukan perempuan dengan sebaik-baiknya.

Ia hormati engkau dengan perintah berbakti pada ibu tiga kali, baru ayah.

Namun, sayang... kamu malah tak mau diajak terbang tinggi.

Kamu lebih suka menunjukkan lekuk indah tubuhmu pada tiap lelaki. Lebih suka bermain api hingga melepaskan kehormatanmu pada yang tidak jelas. Atau lebih suka bermain-main dari pada menuntut ilmu.

Dia sebenarnya amat sayang kamu. Tapi kaulah yang tak mau disayang.

Sumber:
1. Annisa:19
2. Barang siapa diuji (dikaruniai) anak wanita dengan tantangan sekecil apa pun. Dan ia memeperlakukan dengan sebaik-baikya. Maka anak wanita akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. (HR Muslim )
3. hadis lainnyah, wk