Laki Banget (Spesial buat Cowok)

2/12/2017 01:39:00 PM

Kereta hari itu padat. Seorang ibu yang menggendong bayi umur lima bulan masuk. Tak ada tempat duduk untuknya. Situasi ini paling tidak nyaman untukku.
"Aku tunggu satu menit deh," janjiku dalam hati sambil melihat jam tangan.
Tik..tok..tik..tok..
masih belum ada lelaki yg memberi tempat duduk.
Aku lihat jam, 30 detik berlalu.
tik..tok..tik..tok..
"tiga, dua, satu," hitungku mundur sambil kembali melihat jam tangan. Waktu habis. "Ibu, duduk di sini aja," ucapku dengan ramah sambil berdiri.
Lelaki di sekitarku masih bergeming. Hey, bukan kah ini sebuah fenomena?
Buat para lelaki, menjadi sosok yang "Laki Banget" adalah sebuah prestasi. Bangga, saling pamer. Angkat dagu, betulkan kerah.
Ada yang ngerasa "Laki banget" dengan badan atletisnya. Olahraga tak pernah lewat. Tulang besi otot kawat. Tapi tak mampu angkat selimut jika azan Subuh berkumandang.
Ada juga yang ngerasa "Laki banget" kalo tauran. Padahal kalo punya masalah, duel satu lawan satu. Merasa paling jagoan, tapi bawa pasukan sekampung. Merusak fasilitas umum, warga yang tak bersalah jadi korban.
Atau ngerasa "Laki banget" kalau bisa menaklukkan hati banyak wanita. Suka main cewek. Dinikmati sampai hancur. Lalu pergi cari mangsa baru.
Atau ngerasa "Laki banget" kalo bisa main proyek dengan jabatan menterengnya. Angkat dagu punya rekening milyaran. Padahal tuli dan buta dengan derita rakyat.
Mungkin para lelaki itu kurang refrensi.
Mari kuceritakan. Lelaki yang "Laki banget!". Karena kehadirannya satu di antara sejuta, sosok seperti ini sangat layak diteladani bagi kaum pria. Pun yang perempuan juga bisa ambil pelajaran.
Sejak ribuan tahun lalu, lelaki ini sudah dibicarakan, ditakuti, disegani lintas samudera, bahkan lintas benua. Namanya disebut-sebut saat jamuan makan malam, di barak-barak, singgasana raja, hingga perkampungan rakyat jelata.
Karier lelaki ini gemilang. Sejak anak kecil seumurannya masih main kejar-kejaran, ia sudah menetapkan impian terbesar dalam hidupnya. "Aku ingin menjadi pembebas Palestina." tekadnya dalam hati.
Tak ada kosakata main cewek dalam hidupnya. Apalagi tauran tidak jelas. Jihad menjadi bahasan utama yang sangat Ia gemari. Pikirannya sibuk memikirkan bagaimana cara membangun pemerintahan Islam yang kuat dan membebaskan Palestina.
Langkah demi langkah karier ia tapaki. Mulai dari menjadi prajurit militer, panglima, Perdana Menteri, hingga diangkat sebagai Khalifah Mesir. Selama masa pemerintahannya ia mampu menyatukan Mesir, Suriah, Hijaz, Maroko, dan Yaman.
Jabatan Khalifah Mesir tidak menjadikannya silau harta. Tidak ada kemewahan, apalagi foya-foya. Seluruh gaji dan hadiah untuk pejabat dan dirinya dipotong. Anggaran dana belanja negara dihemat. Semua dialihkan untuk kepentingan rakyat.
Jabatan Khalifah Mesir juga tidak menjadikannya santai-santai dalam singgasana. Ia tak rela jika tidak turun dalam medan laga. Selalu membersamai pasukan. Mengobarkan semangat, dan memberi solusi atas segala masalah.
Ia sosok jagoan pemberani. Sering ia menantang duel sampai mati satu lawan satu saat mengawali pertempuran.
Ia tak pernah lari dari masalah. Menganalisis dan mencari solusinya dengan cepat. Suatu hari kapal kapal pasukan yang sedang menyusuri sungai harus terhenti. Air sungai surut. Apa yang mereka lakukan? saling menyalahkan? putus asa?
Tentu tidak. Dengan cepat ia perintahkan untuk membuat pasukan kecil. Susuri lembah lewati hutan. Duel sampai menang pada musuh yang telah membendung sungai. Bendungan dihancurkan, air mengalir deras. Hoila! Kapal pun dapat berjalan kembali.
Sportifitas dan jiwa kesatrianya dalam berperang begitu agung. Suatu hari ia berhasil menawan musuh bebuyutannya yang amat ia benci. Bagaimana tidak, musuh satu ini sering berkhianat saat membuat kesepakatan. Menghalangi dan membunuh orang yang akan pergi haji. Menghina Nabi Muhammad, dan banyak kelicikan lainnya.
Kemarahan sudah mencapai ubun-ubun. "Aku akan membunuh Birnis jika kesehatanku pulih." ucapnya bernazar saat sakit dahulu.
O, lihatlah Birnis. Saat ini bertekuk lutut tak berdaya dengan tangan terikat. Nasibnya diujung tanduk. Hanya butuh satu tebasan pedang untuknya menunaikan nazar. Namun apa yang terjadi?
"Lepas ikatan tangannya. Berikan ia pedang. Kita berduel sampai mati!" ucapnya sambil pasang kuda-kuda. Begitulah cara kesatria membunuh musuh bebuyutannya.
Duka tahun 1099 masih membekas. 70 ribu muslim dibantai pasukan salib tanpa ampun di bumi Palestina. Disiksa, dibakar, para wanita diperkosa. Banjir darah selutut kuda.
80 tahun kemudian kondisi berbalik. Ia dan puluhan ribu pasukan tersisa mampu meruntuhkan pertahanan benteng musuh. Apa yang ia lakukan? balas dendam? mengeruk seluruh harta?
Ternyata tidak. Justru ia memilih perjanjian damai. Tak ada darah yang tumpah setetes pun. Wanita tetap dihargai. Semua warga boleh keluar dengan aman. Pun bayar tebusan hanya 10 dinar untuk laki-laki, 5 dinar untuk perempuan, dan 2 dinar untuk anak-anak. Budak yang tak mampu bayar bahkan dibebaskan tanpa syarat.
Tak ada dendam. Hanya kedamaian.
Lelaki ini bahkan dikagumi oleh musuhnya, Raja Richard. Ia menjenguk saat Richard sakit keras. Membawakan minuman segar, buah-buahan, dan obat. Hingga akhirnya Richard sembuh dan mengadakan perjanjian damai.
Di akhir hayatnya, Khalifah Mesir dengan gelimang prestasi ini mati dalam kesederhanaan. Bahkan harta dalam petinya tak mampu membiayai prosesi pemakaman.
Ialah lelaki agung, yang kepergiannya menggemparkan seluruh umat Islam di dunia. Menginspirasi dan menjadi teladan hingga kini. Siapakan dia?
Ialah Shalahudddin Al Ayubi sang Penakluk Palestina!
Ku sering geleng-geleng saat membaca kisahnya, sambil berkata... "Meen..Laki banget!"
Sumber:
Shalahuddin Al-Ayubi, Sang Penakluk Yerussalem karya Abdul Latip Talib.ap
https://kisahmuslim.com/3915-shalahuddin-al-ayyubi.html

You Might Also Like

0 komentar

Instagram