Melawan

7/04/2016 12:02:00 AM

Ada sebuah mekanisme primitif saat tubuh menghadapi sebuah ancaman, berlari atau melawan.

Banyak yang memilih melawan, tapi lebih banyak lagi yang berlari. Kamu pilih yang mana?

Ironinya, ada sebuah sistem di masyarakat yang membuat pilihan "Melawan" menjadi terlihat buruk. Melawan identik dengan perbuatan nakal, pemberontak, tak mau diatur.

Padahal, sadarkah? banyak perubahan besar terjadi karena "melawan".

Kita mulai dari bapak proklamator kita, Soekarno. Selama hidupnya tak pernah berhenti melawan. Ia tak terima Indonesia hidup di bawah penjajahan kompeni. Dipenjara, diancam, dan diasingkan berkali-kali. Melawan terbukti mampu membawa Indonesia berdikari.

"Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak." Soekarno.

Tipe petarung juga bisa kita lihat pada Bung Tomo. Ia tak terima Surabaya di bawah ketiak Belanda. Bung Tomo memberontak, mengobarkan semangat arek-arek suroboyo untuk melawan kesewenang-wenangan.  20.000 infanteri dan 100.000 pasukan milisi di sisi Indonesia, melawan pihak Inggris dengan 30.000 pasukan ditambah dengan tank, pesawat, dan kapal perang. Belanda akhirnya hengkang. Perlawanan 10 november kala itu, kini tercatat sebagai Hari Pahlawan.

Selanjutnya, Syekh Ahmad Yasin. Melawan juga menjadi pilihannya saat dihadapkan pada ancaman kekejaman Israel. Usianya renta, tubuhnya lumpuh, hingga harus selalu menggunakan kursi roda, tapi semangatnya bisa menggerakan ratusan ribuan pemuda untuk turut berjuang. Ialah tokoh pejuang Palestina yang bahkan ditakuti Israel.

Selanjutnya, Umar bin Khattab. Pemimpin ini sudah tidak perlu diragukan lagi jiwa petarungnya. Sejak belum ber-Islam pun ia sudah terkenal berwatak keras. Kalimat favoritnya, "ya Rasulullah izinkan saya penggal kepalanya,". Saat Umar memerintah, ia terus melawan, tak peduli ancamannya sekuat Kerajaan Roma dan Persia. Umar berhasil memperluas pengaruh Islam hingga ke Eropa dan Afrika.

Dan pastinya dari manusia tanpa cela, Nabi Muhammad SAW. Berkat jiwa petarungnya, Islam bisa dirasakan hingga hari ini. Ia melawan kerusakan bangsa Arab yang sudah mengakar kuat. Ia melawan kesombongan suku Quraisy. Ia hadapi peperangan demi peperangan hingga Islam tegak berdiri di Makkah dan Madinah.

Melawan bukti dari jiwa-jiwa petarung tangguh yang inginkan perubahan. Mereka selalu peduli, bergerak, dan bekerja untuk orang lain.

Dari para tokoh yang namanya tergores dalam sejarah itu, kita belajar bahwa syarat untuk "melawan" adalah memiliki empat hal berikut.

Pertama, mereka memiliki karakter yang kuat. Memiliki integritas dan jiwa yang kokoh. Tidak mudah terombang-ambing lingkungan dan percaya diri dengan apa yang diyakininya.

Kedua, memiliki alasan yang kuat kenapa harus melawan. Saat hati dan pikirannya tak sejalan dengan orang lain, tak segan ia menyampaikan. Berani beradu argumen dengan alasan-alasan rasional.

Ketiga, tak sungkan mendengarkan pendapat dan masukan dari orang lain. Berani berbicara, tapi tetap rendah hati mendengarkan. Terakhir, tentunya berani mengeksekusi. Mereka lebih banyak bekerja dari berbicara.

Karena selama hidup kita akan terus melawan bukan? Jika belum bisa melawan untuk ciptakan perubahan. Lawan lah dulu diri sendiri dari kebiasaan-kebiasaan buruk.

Bertarung lah. Kalau kalah bertarung lagi. Kalau mati, kau akan mati dengan tersenyum.

Sumber:
Akun Youtube TEDx Talks "Break The Limit, Handry Satriago"
http://www.portalsejarah.com/sejarah-hari-pahlawan-10-november-1945.html
www.biografiku.com

You Might Also Like

0 komentar

Instagram