Aku Butuh Meletakkan Batu itu Sejenak

4/08/2014 06:30:00 AM

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Waktu terus berlalu, sekarang umurku dua puluh. Aku ingat dulu saat blog ini terlahir umurku masih 17 tahun. Sudah tiga tahun cerita hidupku terekam dalam Catatan Qoonit ini. Banyak perubahan pastiwa, dari cara penulisan hingga konten.

Akhir-akhir ini aku semakin jarang menulis, bahkan membaca. Fatalnya saya adalah seorang mahasiswa jurnalistik, yang modalnya adalah menulis dan membaca. Perpindahan kebiasan ini terjadi semenjak pengalihan hobi menjadi mendesain dan membuat video.

Terhitung semenjak semester 2, saat aku mengetuk pintu teh Rachma, tetangga kamar kosan, "Teh, ajarin aku Corel Draw dong, aku ada pelajaran Komunikasi Visual." Teh Rachma yang waktu itu lagi ngutak ngatik laptop dengan perlahan dan sabar mengajariku. Mengenalkan aku dengan benda-benda yang bernama shape tool, free hand, pick tool, oval, dan bla..bla..

Waktu semester dua juga aku merengek pada Dian agar mau mengajariku Videopad. Dian lalu mengenalkanku pada benda-benda bernama time line, cutfade out, fade in, dan bla..bla..

Tidak terasa satu tahun berlalu, di semester empat ini hidupku seperti dibayang-bayangi dua software itu. Hidupku tidak jauh dari mendesain dan mengedit video. Di BKI aku menjadi Ketua Departemen Infokom, pekerjaan yang tidak lepas dari dua software itu. Di BEM aku menjadi staff media, tugasku adalah me-layout Warta Kema, dan membuat program tv untuk Kema tv. Di Jurnal juga tidak jauh beda, aku menjadi editor video dokumentasi oj.

Hidupku tidak lepas dari dua benda itu: Corel Draw dan Videopad.

Menurutku ini bagus, ada spesialisasi keahilan, fokus, dan membuatku terus bereksplorasi dengan dunia itu.

Hari demi hari, hidupku dipenuhi oleh rapat-rapat-rapat-desain-edit video-kuliah-rapat-rapat-desain-edit video-dan seterusnya.

Tugas non akademins lebih banyak rentetannya dari tugas kuliah. Aku harus bisa mengorgannisasikan ketiga amanah itu agar dapat berjalan beriringan, dapat terlaksana semua. Bukan hal yang mudah sungguh.

Cara aku berpikir berubah drastis. Dulu yang hanya menunggu perintah, sekarang harus berpikir bagaimana agar proker A dan berjalan, begitu juga dengan proker B, C, dan D. Banyak orang yang harus diingatkan tugasnya, yang harus dipantau bagaimana perkembangannya. 

Berperan dalam ketiga organisasi itu seperti memiliki kepribadian ganda. Di satu sisi aku menjadi pemimpin, di sisi lain menjadi staff, di satu sisi mengurusi film pendek, di sisi lain mengurusi video dokumenter, di sisi lain me-layout buletin, di sisi lain me-layout majalah. Pikiran harus dapat dengan reflek menyesuaikan dengan berbagai kondisi yang dalam sehari bisa berganti-ganti. Belum lagi qoonit yang sok sok-an masih mau nerima pesenan desain dan edit video. Entah kenapa ketika tawaran itu datang, aku selalu merasa bisa menyelesaikannya.

Hari berganti hari, aku mulai terbiasa. Mulai terbiasa menjarkom orang-orang yang seringkali tidak merespon, sudah terbiasa dengan sms yang tidak berbalas, sudah terbiasa mengingatkan orang, sudah terbiasa rapat dan rapat, sudah terbiasa, sudah terbiasa mendengar keluh kesah orang.

Suatu hari..

Aku takut kalau aku bosan dengan kegiatan itu. Suatu hari aku takut jenuh dalam membuat video dan mendesain. Tak seperti dulu, dua kegiatan itu bisa membuatku melupakan semua hal, bahkan rasa lapar. 

Sesuatu yang terlalu banyak tidak baik, sesuatu yang menjadi rutinitas membosankan, kecuali ibadah.

Kata Andi, hidupmu saat ini adalah miniatur kehidupan kita saat dewasa. Aku tidak ingin jadi ibu-ibu tukang desain dan edit video. Aku ingin jadi Rover Journalist.

Aku rindu berpetualang.

Bosan dengan rutinitas.

Rindu menghirup aroma riba hutan, rindu mendengarkan suara serangga dan burung riuh antara pepohonan, rindu bebas melakukan segala hal tanpa takut kotor, rindu menggendong keril yang berat, rindu tidur di tenda, rindu suasana saling menyemangati, padahal kita tahu kita semua lelah, rindu mengatur ritme napas, rindu menguatkan diri sendiri saat sedang kelelahan, rindu menguatkan kaki dan pundak agar terus mau melangkah dan menahan sakit, rindu memasak dengan nesting, walaupun rasanya amburadul. Kerinduan ini sudah memuncak. 

Bolehkah meletakkan batu ini sejenak. Sejenak saja agar dapat beristirahat setekah itu dapat mengangkat batu lagi dengan semangat!

Aku rindu menulis catatan perjalanan, isi blog ini semakin membosankan, haha.. se-membosankan qoonit yang sekarang jadi malas menulis, maafkan ya.


Oh ya, karena rutinitasku yang padat ini, aku memutuskan menunda PDW dua tahun lagi. Keinginan dari kelas tiga SMA ini aku tunda dengan mudahnya. Aku ingat dulu, waktu melihat Koran Republika dan artikel feature-nya yang menceritakan PDW. Setelah membaca itu mataku berbinar dan bertriak, "Umiii, aku mau ikut PDW yaa!" umi dengan santai menjawab, "Emang kamu mau makan ulet?" aku pun menjawab, "Mau, katanya enak!" "Yauda

h, ikut aja."

Semudah itu izinnya. Bahkan ulet samasekali tidak bisa dijadikan alasan untuk ikut PDW. PDW jauh lebih berat dari sekedar makan ulet.

Bahkan dari bulan lalu, umi sudah mengirimkan biaya untuk ikut PDW. 

Rencana berubah, aku menundanya dua tahun lagi. Terlalu banyak yang harus dikorbankan. Ikut PDW harusnya menyenangkan, terlalu banyak tanggung jawab, terlau banyak yang harus dipikiran. 


Omong-omong tulisan ini jadi melenceng, baiknya disudahi saja. Sekian.

Hidup selalu memberikan pelajaran, tugas kita mengambil hikmah sebanyak-banyaknya. Jangan biarkan berlalu begitu saja. Ambil pelajarannya.


Pada intinya, aku butuh meletakkan batu itu sejenak :)
Kelas A, waktu semester 3.

You Might Also Like

0 komentar

Instagram