Romantika Jurnalistik

11/16/2013 03:16:00 PM

BUK BUK BUK!! 

Itu suara aku lagi turun atau naik tangga di Averous, kosanku. Sejak beberapa bulan lalu, memang gerakku jadi sangat lincah, gak nyantai tepatnya. Semua dilakukan terburu-buru (jangan dicontoh ya), mengejar deadline alasannya. Setiap jam, menit, detik, semuanya jadi terasa berharga. 

Jadilah aku orang yang paling gak nyantai di kosan. Gak heran sering banget bikin orang lain kaget, hahaaa :D maafin yaa:
Kalo papasan sama penghuni kosan lain pasti mereka semua kaget, 
Qoon : buk buk buk!! *turun tangga*
Anak Ave : *lagi santai mau naik tangga* Astaghfirullah kaget Qoon!
Qoon : Haha.. maaf maaf buru-buru nih!
Secepat kilat langsung  meninggalkan mereka yang masih mencoba menenangkan diri. Kemudian berlari ke dapur, meletakkan kunci, menutup pintu dapur dengan gak nyantai sehingga membuat orang kaget lagi, hahaa.. 

Astagfirullah..

Kemudian terus ke parkiran motor, kalau ada yang menghalangi aku pasti membunyikan klakson TIIN TIIN tapi pake suara mulut dan orang-orang akan memberikan jalan. Mereka yang lagi-lagi kaget berkata "Qoon..Qoon.." sambil geleng-gelenh kepala, kemudian aku akan lewat dengan setengah berlari sambil berkata "Maaf-maaf, hahaa, duluan ya! Assalamualaikum!"

Kira-kira seperti itulah gambaran ke-hectic-an kehidupanku akhir-akhir ini. Apalagi kalau ada barang yang tertinggal, bisa lebih parah lagi gak nyantai-nya, dan lebih banyak lagi orang yang kaget. Huahaha :P


Terkadang aku iri dengan mereka,

Ketika aku sedang terburu-buru dengan super gesit, lari-lari di kosan, kemudian berpapasan mereka yang tengah santai berbincang-bincang dan bercanda ria.
atau
Ketik aku sedang duduk di depan laptop mengerjakan tugas apresiasi yang mungkin masih harus berjuang sekitar lima jam lagi, tenggelam dalam buku-buku, konsentrasi super penuh untuk mengkritisi materi dalam buku tersebut, sementara dari kamar sebelah terdengar suara drama korea sedang diputar, kemudian kamar sebelah lagi sedang nonton tv sambil cerita-cerita santai.
atau
Ketika Eci dan Dian bisa hepi-hepi makan atau main. "Qoon main yuuk, motret dari roof top Pin*wood yuk!" "Qoon bantuin edit video yuk!" "Qoon makan-makan yuk!" "Qoon bikinin logo dong" "Qoon ajarin desain dong" dan masih banyak tawaran-tawaran yang sebenarnya sangat ingin aku jawab dengan "AYOOOK" tapi sayangnya enggak. Selalu aku jawab dengan "Gak bisa, maaf yaaa, tugas aku lagi banyak banget.
Atau 
Ketika melihat teman-teman kosan setiap minggu bisa bolak-balik pulang kerumahnya, sedangkan aku sejak awal semester tiga belom bisa balik-bailk.
Atau
Tengah malam, saat semua sudah terlelap dalam mimpi indahnya, sepi, sunyi, aku masih harus berjuang menyelesaikan tugas-tugas.


Kami, calon Mahasiswa Jurnalistik, 
sudah mulai terbiasa, melihat mata teman-teman mulai menghitam dan berkantung. 
Sudah terbiasa melihat, pada saat jam kuliah, masih memegang laptop, curi-curi kesempatan mengetik, untuk tugas mata kuliah selanjutnya yang tinggal beberapa jam lagi. 
Sudah terbiasa, melihat saat jam kuliah berakhir, langsung sprint, untuk mengerjakan tugas, atau mencari tempat nge-print untuk tugas yang tinggal hitungan menit lagi.
Sudah terbisa kalau saat jam kuliah tengah berlangsung, ada yang mengetuk pintu, lalu masuk, memberikan tugas, lalu keluar lagi. Waktu adalah segalanya, harus dijunjung tinggi, deadline HARGA MATI! Kalau kamu telat, ya dengan otomatis tidak bisa masuk kelas.
Sudah terbiasa, dengan dosen yang selalu tepat waktu dan jarang sekali kelas kosong. Sejauh ini baru satu kali kelas kosong dan langsung disambut haru-biru, penuh suka cita oleh seisi kelas. "Ya Allah surga banget hari ini gak ada kelas" "Beneran ini bisa langsung pulang, huaaa" dan ungkapan lebay lainnya.

Semua itu sudah menjadi Romantika Jurnalistik :)

Pikiran, hati, dan mental!

Ketiga hal tersebutlah yang berusaha Prodi Jurnalistik ini bentuk pada diri kami. Setiap hari dilatih dan ditempa agar ketiga hal tersebut kuat tertanam pada pribadi-pribadi calon jurnalis ini.

Berpikir setiap saat, berpikir cepat, berpikir kritis, berpikir kreatif, berpikir taktis, berpikir-berpikir terus. Kegiatan berpikir ini sambil diselingi pembesaran hati seluas-luasnya agar tak lelah hati kami dengan semua romantika ini. Semua ini tentu tidak terlepas dari mental yang harus setangguh tebing batu di Pegunungan Himalaya sana. Yakin tugas berat ini akan selesai pada waktunya, kuat menghadapi kalau pekerjaan yang sudah dibuat berjam-jam dan memangkas waktu tidur itu harus direvisi, kuat menghadapi tugas-tugas baru setiap harinya dari kuliah dan ospek.

Karena memang seperti itulah pekerjaan kami nanti.

Karakter yang kuat adalah yang harus kami miliki untuk menjadi jurnalis yang handal, yang berbeda, yang berharga. Kami harus kuat dan tangguh!


Pada akhirnya, seperti apapun sulitnya kuliah di Jurnalistik ini, bukan main aku bangganya bisa menuntut ilmu di Prodi Jurnalistik ini. Ini melelahkan sekaligus menyenangkan. 

Aku ingin menjadi jurnalis yang bisa menjadi mata bagi yang tidak bisa melihat, menjadi telinga bagi yang tidak bisa mendengar, dan menjadi mulut bagi yang tidak bisa berbicara.

Menyampaikan. Sesederhana itu tugas jurnalis.

Di sini, di Fikom Unpad, di Jatinangor, di saksikan Gunung Geulis dan Gunung Manglayang yang selalu menyemangati aku setiap hari, aku belajar untuk menjadi jurnalis yang berlandaskan hati dan pikiran.

Berjanji untuk terus belajar dan belajar, tidak akan pernah mau untuk berhenti walaupun lelah, capek, tak peduli seberat apapun rintangannya.

Toh, mereka, para senior bisa melalui ini dengan baik! Lantas, apa yang menyebabkan aku tidak bisa?

Aku punya cita-cita baru: Ingin membuat majalah yang berlandaskan Islam, yang super kece, untuk semua golongan dan tidak diboncengi partai politik tertentu. Masih abstrak sebenarnya, mungkin #AkhwaTraveler, tetapi melihat majalah-majalah yang berlandaskan Islam saat ini masih menyedihkan saya rasa. Semoga terwujud.

Mimpi yang lain: menjadi jurnalis untuk daerah konflik, Palestina, Israel, gaza, dan lain-lain.

Selamat belajar Qoonit, Selamat belajar semua yang sedang membaca tulisan ini :)

Kita, para mahasiswa beruntung sekali kawan, dari sekitar 237 juta warga Indonesia hanya sekitar 37 juta yang dapat menikmati hingga S1. Hanya sekitar 15,84%!

Betapa beruntungnya kita bisa berada di posisi ini. Betapa murah hatinya Allah, tidak menempatkan kita termasuk dalam 200 juta itu! Alhamdulillairabbilamin :)

Lantas, alasan apalagi yang membuat kita malas belajar?


Tulisan ini lebih ditujukan untuk penulis sebenarnya, tetapi semoga kalian juga dapat mengambil  manfaatnya.


Sedikit foto dokumentasi kehidupan Jurnal dari awal September hingga November dari kamera hp aku, harap maklum dengan kualitas yang kurang: 
Hari pertama OJ, kumpul di Lapangan UKM Barat, sedang perkenalan, satu persatu berdiri yang lain mendengarkan
Papa Dio, panggilan untuk ketua angkatan kami, sedang menjelaskan masalah per-OJ-an

Sebelum UTS Kombangpersos, Komunikasi Pembangunan dan Perkembangan Sosial. Thifal dan Bella sedang belajar bersama.

Name desk yang harus selalu digunakan saat seminar OJ. 

Saat seminar OJ mengenai Jurnalisme Investigasi. Entah berapa kali aku tertidur hari itu, hehe :p teman-teman yang lain juga banyak yang tidur -_-

Kumpul angkatan setelah OJ. Ajang curhat dan membuat strategi.
 
Saya tutup dengan menyanyikan lagu Mars Jurnalistik:

Jurnalistik..Jurnalistik..
Jurnalistik goes marching in
All that we want to be best number
The big and happy family
Jurnalistik!


sumber:
Inspirasi dari Seminar Jurnalistik TV oleh Abie Besman

You Might Also Like

0 komentar

Instagram