My First Milky way!

8/12/2013 07:12:00 PM

Sejak lebih kenal dengan dunia Astronomi lewat OSN (Olimpiade Sains Nasional) aku memang jadi sangat menyukai benda gemerlapan ini, yak bintang! Setiap malam, jarang sekali aku tidak mendongakkan wajah ke langit untuk melihat bagaimana kondisi bintang-bintang dan bulan.
f/3.5, ISO 4000, 30sekon, Nikon D7000, edit photoscape


Sebuah perpaduan yang sangat menarik, ketika aku juga menggandrungi dunia fotografi. Astofotgrafi! Memotret benda-benda langit yang membuat mata berbinar, hati bergetar, dan mulut tak henti mengucap asmanya memang sangat menyenangkan. Untuk mendapatkan foto yang keren dalam astrofotografi memang relatif sulit. Perlu jam terbang yang cukup tinggi. Faktor teknik, peralatan memadai, dan cuaca menjadi penentunya. Faktor paling berpengaruh ya cuaca, langit cerah bertabur bintang hanya Allah yang bisa memberikan, kita manusia bisa apa kalau langit sudah tertutup awan.

Salah satu objek benda langit yang sangat ingin aku potret adalah milky way. Milky way itu Bimasakti, mungkin ada yang bingung bagaimana mungkin mengabadikan milky way padahal bumi saja berada di galaksi itu. Bukan seluruh galaksi yang aku maksud, tetapi sabuk galaksi. Milky way termasuk jenis galaksi spiral, nah salah satu lengan milky way itu terlihat dari bumi, melengkung indah di langit malam seperti sungai penuh bintang. Ah, indah sekali bukan! Subhanallah..

Rencana liburan lebaran ke Bromo tahun ini langsung aku manfaatkan untuk memotret bintang. Aku merencanakan akan hunting milky way dari padang pasir Bromo dengan latar belakang perbukitan dan tebing-tebing nan eksotis khas Bromo. Mengingat cakrawala yang maha luas, polusi cahaya yang sangat minim, dan cuaca yang relatif cerah aku optimis bisa mengabadikan milky way dari Padang Pasir Bromo. Terlebih lagi tanggal 11 Agustus ada hujan meteor Perseid, bahagia sekali aku kalau bisa mengabadikan milky way dan meteor yang melintas!

Hari itu tiba juga, setelah merayu-rayu keluarga agar mau keluar pukul 1 dini hari untu hunting milky way, aku menghubungi pengkoordinir jeep:

Qoonit : Halo bapak, kalo Jeepnya datang jam 1 malem bisa gak? Soalnya saya mau motret bintang
B.Jeep : Jam 1 malem! Waddooh bu! Gak bisa to bu, portal menuju panajakannya masih ditutup! *gak nyantai dengan logat jawanya*
Qoonit : Ditutup? Yaaah..masa ditutup sih pak, gak bisa minta dibuka apa?
B.Jeep: Gak bisa, lagian jam 3 juga bintangnya masih keliatan, nanti saya berangkatin duluan deh
Qoonit : Yaah..bapak, yaudah deh pak, jam 3 loh!
B.Jeep : Iya bu, siap siaaap!

Sekian sang pengkoordinir Jeep yang menyebalkan dengan jahatnya tidak mengizinkan aku berangkat jam 1 pagi ke kawasan Bromo. Karena gak mungkin motret bintang baru mulai jam 3.30, dengan estimasi perjalanan 30 menit, aku mencari spot di sekitar penginapan untuk memotret bintang pada sore harinya. 

Karena hari sudah mulai gelap, aku harus menghentikan eksplorasi spot motret bintang, lumayanlah tempat yang aku dapatkan, walaupun cakrawalanya tidak bisa dibilang luas dan rumah penduduk yang cukup dekat.
Setelah melihat Stellarium, software untuk melihat kondisi benda-benda astronomi, aku menjadwalkan akan memotret milky way pukul 22.00 di langit barat. Abi dan bang Umar sudah janji akan menemani aku. Pukul 21.45 sebelum alaram berbunyi aku sudah bangun, mungkin karena terlalu semangat. 

Aku lalu membangunkan bang Umar dan Abi ternyata sudah duduk manis di sofa. Segera aku siapkan kamera, flash, remot, tripod, headlamp, dan senter. Umi sambil ngantu-ngantuk antara sadar dan tidur berpesan, “nit kalo ada milky way, abi suru pulang ya jemput umi.” Oke, siap umi!

Udara Bromo pukul 22.00 dingin menusuk tulang! Aku mengenakan dua jaket, kaos kaki, dan sepatu untuk melindungi diri dari sengatan udara Bromo. Brrrr.. menggigil aku seketika saat membuka pintu penginapan. Dengan bantuan cahaya headlamp aku menuju tempat yang sudah aku rencanakan. Kami menuju jalan selebar dua meter dari aspal-tanah, menurun, sepi  dan gelap. Pemandangan kami ialah perbukitan dengan barisan pohon cemara dan perkebunan warga, semua samar-samar ditutup kelam malam. Benar saja, kerlap kerlip bintang sudah bertaburan, gemelapan bak permata dan sabuk galaksi dengan indahnya melengkung di langit malam itu. Allah super baik mau melukiskan langit seindah itu untukku, tidak bisa berhenti mengucap tasbih, Subhanallah.

Aku segera memasang tripod, flash, dan menyetting kamera. Dengan Nikon D3000, aku menggunakan ISO Hi1, Shutter Speed 30 sekon, dan f/3.5. Fokus manual aku atur dengan cara yang sudah diajarkan kak Roni. Cara ini ampuh sekali, karena dengan kondisi cahaya yang sangat minim kamera tidak akan mampun mencari fokus sendiri. Caranya adalah dengan mencari sumber cahaya terdekat yang lebih terang, misalnya lampu penduduk atau bulan, zoom cahaya tersebut lalu cari fokusnya secara manual, setelah fokus, pertahankan posisi fokus tersebut untuk memotret bintang, jangan diubah-ubah lagi. Jangan lupa juga ubah lensa yang tadi kita zoom menjadi yang paling wide. Cari komposisi terbaik dan potret!

Beberapa kali gagal, seperti terlalu terang, komposisi tidak harmonis, dan tidak fokus, akhirnya aku mendapatkan gambar yang baik. Tiba-tiba hpku bordering, umi menelfon menanyakan kabar langit di sini. Umi menyuruh bang Umar kembali ke penginapan untuk menjemputnya karena umi juga mau memotret sabuk galaksi.

Aku terus mengabadikan langit malam itu dengan berbagai angle. Abi di belakangku sambil mengobrol sesekali, “Hobi kok kaya begitu, nit..niiit..” aku Cuma mesem-mesem sambil lanjut motret. Sesekali juga aku mendengar suara aneh, seperti suara babi, “Abi! Kok kaya ada suara babi sih, serem banget!” kataku ketakutan, “Abi juga denger dari tadi, gak tau lah.” Aku takut kalau-kalau ada babi hutan yang berlari dan menyeruduk aku yang tengah mengoperasikan kamera.

“Liat nit, bawa rombongan ternyata! Pasti pada takut di penginapan sendiri, hahaa..” Dari jauh terlihat, Umi, bang Umar, kak Afnan, dan Kayyis berjalan menuju ke arah kami. Umi, kak Afnan, dan Kayyis langsung heboh melihat kondisi langit malam waktu itu;

“Niiiit..niitt.. bintangnya banyak banget! Subhanallah! Yaampun, amazing! Seperti mimpi, Subhanallah, terimakasih ya Allah.” Kata umi dengan mata berbinar-binar dan senyum berseri.

“Nit, itu sabuk galaksi? Ih akhirnya bisa liat sabuk galaksi juga!” Kata Kayyis sambil terperangah melihat langit. Kak Afnan juga sama terperangahnya.

Umi dengan kamera Nikon D7000nya langsung aku manfaatkan. “Umi gak ngerti settingnya nit, nih kamu tolong settingin ya.” Dengan sigap aku sambar kamera super kece itu untuk memotret sabuk galaksi. Sekian lama menggunakan D3000, menggunakan D7000 jadi mudah sekali, dengan ISO 4000, 30 sekon, f/3.5, sabuk galaksi jadi terlihat lebih jelas dan bintang tertangkap lebih banyak, tingkat noise pun sangat kecil. Luar biasa, harga memang gak bohong!
Qoonit sedang menyetting kamera
yang gak bisa nge-freeze, ngeblur!
Setelah mendapatkan komposisi yang pas, kami melanjutkan dengan foto session. Kami harus berusaha freeze selama 30 detik agar wajah kami tidak blur nantinya.

Saat tengah asik berfoto ria, krasak-krusuk! Terdengar suara seperti longsoran kecil batu dan tanah. “Ada yang ngelemparin kita pake batu!” Kata Kayyis. Suasana jadi tegang, “Makanya jangan pada berisik, di atas rumah warga wey.”  “Yaudah deh, udah yuk! Warga pada keberisikan, ayo beresin peralatannya!”Sambil panik umi menyudahi acara motret bintang malam itu.

Walaupun berakhir agak menegangkan, aku senang sekali karena malam ini bisa mengabadikan sabuk galaksi! Alhamdulillah, terima kasih tak terhingga pada Allah aku ucapkan.

si Kayyis jago banget nge freezenya

You Might Also Like

0 komentar

Instagram