Susur Gua, Pantang Unexplored!
6/05/2013 04:58:00 PMKalau kamu melihat sebuah lubang berdiameter dua meter, gelap, dan tertutup dedaunan, apa yang akan kamu lakukan?
Hanya lubang biasa, sama sekali tidak menarik.
Mungkin kebanyakan orang, termasuk aku, ketika melihat lubang tersebut, akan sambil lalu mengabaikan bolongan hitam itu. Tidak tertarik, atau melongok sebentar, vertikal setinggi tiga meter dalamnya, ngeri, lalu mengabaikannya, takut jatuh dan tidak bisa keluar.
Beda halnya, dengan orang yang memiliki jiwa petualang yang tinggi. Maka, patutlah kita berterimakasih kepada para petualang terdahulu yang berhasil menemukan Gua Lalai, Cijangkrik, dan Cikaracak.
Ini pertama kalinya aku mengunjungi gua. Ternyata lubang yang tidak menarik itu, bukan sembarang lubang. Ada banyak sekali kejutan di dalamnya, keindahan yang menimbulkan decak kagum, kagum pada Sang Pencipta. Tidak menyangka ada ruangan sebesar ini di dalam gua lengkap dengan ornamen-ornamen eksotis khas gua. Stalagtit-stalagti menjuntai dari langit-langit gua, berulir indah sambil meneteskan butiran-butiran air, belum ornamen lainnya yang tidak kalah indah. Nanti aku ceritakan detilnya!
Hari Jumat-Minggu, 24-26 Mei 2013, aku dan 27 siswa Diklatdas PMPA PALAWA Unpad mengikuti Medan Operasional Susur Gua di kawasan Sanghyang. Satu saudaraku berkurang lagi, Ahmad harus berhenti mengkuti Diklatdas karena berbenturan dengan akademiknya. Semakin sepi saja bekang kami ini, semoga saudara-saudaraku tidak ada yang berkurang lagi.
Deru mesin bekang menandakan kami akan segera meninggalkan lapangan sekre. Aku, 27 saudaraku, dan para pelatih seperti biasa berdiri di dalam bekang sambil memenuhi seisi bekang dengan lagu-lagu PALAWA.
Semakin mendekati medan, jalanan semakin tak karuan, kami seperti terkocok di dalam bekang. Terpelanting ke depan, belakang, samping kanan, dan kiri. Aroma petualangan bahkan sudah tercium sebelum kami sampai di lokasi.
Setelah sempat salah jalur, bekang akhirnya berhenti. Langit mendung, bulan purnama sesekali masih mengintip. Kang Step sudah berkoar-koar, cerewet, galak"Keluarkan headlampnya!buat tiga baris, ikuti saya!"
Jalanan berbatu dan menanjak, terkadang becek, kami 28 siswa diklatdas ini punya kebiasaan kalau masih di awal MO, sok-sok takut kotor, tidak mau basah, padahal udah tahu banget, nanti juga semua full lumpur, haha..
Gerimis turun, "Ponconya keluarkan!"Perintah kang Step ketus. Jadilah kami seperti rombongan unta, punya punuk. Jalanan mengecil, berbatu, menurun. hujan semakin deras, aliran air di bawah kaki kami semakin deras. Langkah kaki kami harus benar-benar diperhatikan, salah-salah bisa terpleset, mencium batu dan benjol. Jarak pandang menjadi pendek, kalau aku menengok ke belakang yang terlihat hanya sinar-sinar kecil headlamp.
"Buat lingkaran!"Perintah DanOp. Kami kurang sigap, "Saya bilang buat lingkaran! Dengar perintah saya tidak!" Di tengah derasnya hujan dan gelapnya malam, kang Step jadi dua kali lipat galaknya. "Keluarkan makanannya! kita makan malam sekarang."
Jadilah, malam itu kami makan malam di bawah derasnya hujan, susah payah aku tutupi piringku dengan badanku, tetap saja air hujan itu menggenangi nasiku. "Cepat habiskan makannanya, sebelum makanan kalian banjir!"Perintah Kang Step. Rasanya sudah tidak karuan, nasi dan ayamku sudah terbanjiri air hujan, ini memuakkan. Biasanya motivasiku menghabiskan makanan dengan melihat saudara-saudaraku yang lain yang masih banyak makanannya, tetapi kali ini, melihat mereka, yang mengeluarkan air dari mulut mereka untuk mengurangi kadar air hujan di mulut, malah semakin membuat aku tidak berselera. Hueks!
Setelah berjuang menghabiskan makanan, sambil sok-sok jatuhin nasi ke tanah, akhirnya bisa di-packing juga alat makanku. Hujan masih deras, kami kembali berbaris mengikuti DanOp menuju base camp.
FYI: di MO kali ini aku menjadi danru, Komandan Regu.*Susah payah gue biar gak cengengesan* Hahaaaaa :D Aku kelompok enam bersama saudaraku Rizki, Niar, Hardi, dan Faisal.
Kondisi basecamp kami berlumpur, kalau dipijak bisa membenamkan hingga mata kaki. Hujan perlahan mulai reda. Kami bisa lebih mudah mendirikan bivak. Akhirnya, dengan bantuan Saudaraku Hardi yang master banget bikin bivaknya, kami bisa istirahat.
Malam itu kembali turun hujan deras, tetesan air merembes dari ikatan kepala ponco, bivak kami bocor lagi! genangan air membasahi kakiku, air hujan dibantu angin sedikit membasahi kami. Aku menggigil, kedinginan, tidur tidak nyenyak, suara petir meramaikan acara tidur kami. Ah, aku ingin pagi segera datang.
"Priiiit...Priiit.." Peluit dua kali artinya danru harus berkumpul! Ah, senangnya mendengar peluit, hari yang baru telah tiba! :D
Pagi itu dilanjutkan dengan bongkar bivak dan masak untuk sarapan.
Sarapanku pagi itu yang paling spesial dari sarapan selama ini yang biasanya ber-instan ria; sayur sop, rendang, telur rebus-goreng, kerupuk, nasi, dan apel. Nyam! :9
Kegiatan pagi itu dibagi tiga sesi: eksplorasi Gua Lalai, SRT(Single Rope Technique) di Gua Cijangkrik, dan pemetaan di Gua Cikaracak.
Kelompokku dan kelompok 5 kebagian eksplorasi Gua. Aku dan Ruth langsung menuju tempat pengecekan alat, lalu mendaftar seluruh peralatan yang akan kelompok kami kenakan. Aku dan Ruth sebagai danru dapet kesempatan mengenakan helm eksplorer, helm yang menggunakan api sebagai penerangannya. Harganya sekitar 3jutaan katanya.
Bismillah, segeralah kami berbaris mengikuti kang Fuadi dan kang Aksel, naik bukit, turun bukit, jalan berbatu. Hingga tibalah kami pada jalan kecil menurun yang samping kanannya jurang, samping kirinya tebing tanah-batu, jalan itu berujung pada sebuah lubang berdiameter dua meter.
Ah ya! itu pasti guanya.
Untuk mendekat kami harus berbaris, mengantri untuk turun satu persatu. Saudaraku Hardi dan saudaraku Pandu membuat jalur untuk turun ke bawah dengan menggunakan webing yang diikat pada batu tembus.
Sudaraku Hardi yang turun terlebih dahulu, jalur masuk ke Gua Lalai adalah lubang sedalam tiga meter dengan pijakan yang minim. Melihat saudaraku Hardi turun saja sudah membuatku ngeri :/
Satu persatu saudaraku turun ke bawah. Saudaraku Hardi selalu siap sedia membantu kami, khususnya perempuan, mengarahkan pada pijakan batu yang tepat. Kami kaum hawa memang paling rempong kalau lagi menghadapi medan seperti ini, hahaaa :D
P mewakili perempuan
P : Saudaraku Hardi, ini gimana? *muka horor*
H : Nah itu, coba kakinya ke sini! *nunjuk batu*
P : Aduuh, gak nyampe.. *kaki meraih-raih pijakan tapi gak nyampe*
H : Bisa bisa! pantatnya turunin sedikit
P : Haduuh, takut! *muka makin horor* *ngelilit-liltin tali webing di tangan*
H : Ayo, loncat sedikit, pegangan yang kuat sama webing!
P : Ini mana pijakannya sih! *kaki gak bisa-bisa meraih pijakan*
H : Nah, itu kaki kirinya ke bawah sedikit!
P : Ini udah! tapi gak ada!*panik*
H : Itu kaki kanaaaan -____-
P : eh iya, haha :p
akhirnya sampe juga kami ke bawah, walaupun...
Saudaraku Fika sedikit berayun nabrak batu
Saudaraku Uji langsung merosot, dalam tiga detik langsung sampai bawah, sambil teriak "PALAWA"
Qoonit yang walaupun lama mencari pijakan akhirnya bisa sampai dengan selamat di bawah, fiuuh..
Carier dan dry bag juga sudah selamat sampai di bawah :)
Terakhir, kang Fuadi dan kang Aksel.
KF: Coba tuan Ruth, di eksplor guanya! kemana lagi kita?
R : Siap PALAWA! *mengeksplor gua*
*beberapa saat kemudian*
R : Gak ada kang, cuma ada lorong kecil, gak muat orang.. *muka polos*
KF : Yaudah, berarti eksplorasi kita cukup sampe sini aja ya?
*hening*
Hahaaa..gak mungkin banget lah! akhirnya saudaraku Pandu yang mencoba mengeksplor.
P : Bisa kang, ada lorong!
R : *senyam-senyum*
Yak! akhirnya kita bisa melanjut eksplorasi gua, gak seru banget kalau cuma sampai di sini doang, lawak banget :D Seperti yang aku bilang di awal, gua itu menyimpan banyak sekali kejutan.
Di mulut gua, kami harus sedikit bermain adrenalin menuruni lubang vertikal setinggi tiga meter,
kemudian bertemu ruangan dengan atap seperti kubah dengan lebar 4x3 meter,
setelah itu memasuki lorong sempit yang hanya cukup untuk badan
Lolos dari lubang kecil, disambut oleh lorong yang cukup besar sepanjang 3 meter
setelah itu, kejutan! ada chamber yang luasnya sekitar 10x10meter, stalagtit dan stalagmit ramai sekali menghiasi lantai dan atap gua, berulir indah, menjadi satu kesatuan hiasan ekksotis Gua Lalai.
Bila kita menyorotkan headlamp ke atas, maka tampaklah puluhan kelelawar terbang tak tentu arah, heboh kedatangan tamu. hehe :P
Sayang seribu kali sayang, chamber Gua Lalai yang keren itu tidak bisa difoto.Tunggu ya, kalau aku sudah menjadi anggota PALAWA, akan aku foto semua tempat indah rupawan :) amin.
Jalanan mulai berlumpur, sepato boots yang kami gunakan sangatlah bergunaa, tidak hanya lantai gua dindingnya pun juga berlumpur, aneh :/
"Kang, mana guano(kotoran kelelawar)nya? katanya banyak guano?"
"Ini coklat-coklat, guano semua tuan!"
"Heeeh.. demi apa! tapi kok gak bau ya kang?"
"mungkin karena sudah terlalu banyak tuan, haaha.."
Yak, aku kira, semenjak kami tahu, bahwa lumpur coklat itu ternyata adalah guano, kami semua kompak terkena gatal-gatal. Rasanya seperti ditusuk jarum kecil dari mulai pantat menjalar hingga telapak kaki. Gataaal sekali!
Para pria sudah sejak tadi sibuk menggaruk pantatnya, tidak perduli. Tidak seperti kami, kaum hawa yang harus menahan rasa gatal itu. Semakin difikirkan semakin gatal saja.
anehnya kedua pelatih kami itu tidak terserang gatal-gatal, aneh yaa..
Dengan rasa gatal yang amat sangat, kami melanjutkan eksplorasi gua. Helm eksplorku mulai redup, aku sudah malas menggunakannya. Kami memasuki lorong lagi, tingginya sekitar tiga meter, berair, dindingnya penuh guano. Ah, belum sampai hati memegang dinding itu seperti sewajarnya seorang eksplorer, iyaks :P
Kami menyempatkan berfoto di lorong tersebut. Fotonya menyusul ya!
Di ujung loroong tersebut kami harus menaiki dinding dengan kemiringan sekitar 60 derajat. Dengan dinding gua yang licin kami harus ekstra hati-hati memilih pijakan yang tepat. Semakin ke atas pemandangan ornamen-ornamen gua semakin keren saja. Melihat saudara-saudaraku mengenakan headlamp, berjalan menaiki batu-batu, terkadang harus memanjat, membuat kami terlihat seperti petualang sejati. Hihi..
Di atas ada sebuah ruangan lagi sekitar 4x4 meter, atapnya menurun, dihiasi stalagtit-stalagtiit bergbagai macam ukuran. Di ruangan ini kami belajar fotografi gua bersama kang Aksel, kemudian dilanjutkan dengan makan snack.
Perjalanan dilanjutkan kembali, kami menyusuri lorong dengan merunduk hingga tibalah pada sebuah ruangan gua yang besar. Samping kirinya tebing vertikal ke bawah sekitar 10 meter dengan kemiringan 70 derajat, samping kanannya tebing vertikal ke atas setinggi 6 meter dengan kemiringan sekitar 50 derajat. Kami melanjutkan ke atas, tebing yang licin membuat kami harus ekstra hati-hati kalau tidak mau terperosok. Di atas, puluhan kelelawar sudah menanti, terbang-terbang tak tentu arah, sarangnya kami ganggu.
Di atas sini tempat ornamen terindah menurutku. Ada stalagtit, stalagmit, kolom, flowstone, dan gordyn. Semuanya membentuk satu kesatuan yang sangat indah. Bunyi tetesan air menjadi irama yang indah menemani kami mengekplorasi gua. Subhanallaaah.. tidak menyangka di bawah tanah ada ruangan seindah ini, Allah keren banget :'')
Geregetan banget mau foto ini semuaaa! aaaak!
Sayang eksplorasi kami harus disudahi oleh waktu. Kami kembali menuruni tebing terjal berbatu ini, selangkah demi selangkah berjalan mundur sambil mencari-cari batu pijakan. Saudara-saudarku yang sudah di bawah membantu mengarahkan.
Selesai menuruni tebing, kami kembali menuruni tebing kembali, kali ini lebih curam dengan kemiringan sekitar 70 derajat. Kami menuruninya dengan menggunakan tali statis. Untuk menuruninya, tangan harus dililitkan kuat-kuat pada tali lalu turun perlahan dengan menaruh beban tubuh pada tali. Rapeling ini agak menjijikan, karena tebing dipenuhi dengan guano, tali juga sudah resmi terlumuri coklat guano, jadilah tangan penuh dengan benda coklat berlumpur itu. weks!
Setelah menuruni tebing terjal itu, kami sudah berada di jalur awal masuk. Jalan keluar lebih mudah untuk dilalui. Hari sudah menjelang sore, sekitar pukul 14.00, dengan wearpack yang hapir berubah warna menjadi cokelat, kami menyudahi eksplorer hari itu, tidak terasa kami sudah 4 jam mengeksplorasi Gua Lalai.
Kegiatan selanjutnya adalah pemetaan gua bersama kang Adun. Kami berlima akan bergiliran mendapatkan tugas sebagai:
Shooter : orang yang membaca kompas, klinometer, dan pita ukur
Stationer : Orang yang berdiri pada stasiun untuk dijadikan poin pengukuran
Leader : Orang yang menentukan stasiun-stasiun
Descriptor data: Orang yang mencatat data
Descriptor sketsa: Orang yang menggambarkan tampak gua, dari tampak atas, samping, dan depan
Kami menggunakan metode forward, yaitu menghitung stasiun demi stasiun secara maju berurutan, dengan Grade 3, kelas C.
Perjalanan awal treknya masih cukup mudah, lorong-lorong gua yang berbatu-batu, landai, dan besar, memudahkan pergerakan kami. Satu persatu stasiun dihitung derajat kemiringannya dengan klinometer, letak azimuthnya dengan kompas, panjang antar stasiun, tinggi atap gua, dan lebar ke kanan dan kiri dengan pita ukur.
Saat aku kebagian tugas menjadi deskriptor kang Step banyak mengoreksi sketsa buatan ku:
KS : Coba saya lihat sketsa kamu
Q : Ini kang *menyodorkan papan jalan dan isnya*
KS : Apa ini? tidak ada seninya sama sekali!
Q : *jleb* eh iyayaa kang..
KS : Nih liatnya, ini kan ada cekungan, kamu harusnya.... bla..bla..bla..
intinya sih, harus menggambar lebih detail lagi. Emang aku juga yang menggambarnya terlalu asal-asalan, hehe..
Semakin ke ujung, trek mulai menyempit dan menantang adrenalin. Pada stasiun 21 ke 22 kami tiba pada trek vertikal, yang harus turun dengan ketinggian lubang ke bawah sekitar tiga meter dengan pijakan yang minim dan licin. Menurutku, selama eksplorasi gua hingga saat ini, trek inilah yang paling menantang adrenalin.
Saudaraku Faisal dan Hardi dengan cepat bisa selamat sampai ke bawah, kemudian giliranku.
glek.
Aku duduk pada ujung batu, bersiap untuk turun. Kang Adun sudah menunggu di bawah, memberikan arahan.
Q : kang ini pijakannya yang mana ya?
KA : Pegangan sama batu yang itu, terus kakinya pijak ke sini *menunjuk-nunjuk pijakan*
Q : Oh gini yah, *muka horor* tapi gak nyampe ini kakinya kang..
Dengan muka super horor, takut, dan bingun, berkali-kali mencoba gaya untuk turun, mengganti-ganti pegangan untuk dijadikan pengaman, berkali-kali merubah posisi, tapi tidak kunjung turun juga, pantat masih menempel pada batu. Bayangan kaki akan terpeleset dan jatuh ke bawah menghantam batu selalu menghantui.
Q : Haduuh, gimana ini kang, hororrr.. *muka super panik*
KA : Tuan Qoonita ini lama sekali, kamu mau turun tidak?
Q : Mau kang, ini lagi usaha..gimana sih caranya?
KA : Cepet! kamu mau disitu sampai kapan tuan?
Q : iyaya ini
Akhirnya, pantat mulai terangkat. Dengan segenap keberanian dan keyakinan bahwa pijakan yang aku ambil aman aku mulai melangkah dan melangkah dan hup! Aku sampai ke bawah dengan selamat, fiuuh..akhirnya
Tibalah giliran saudaraku Rizky dan Niar, mereka kurang beruntung, saat itu, Kang Step sudah duduk di samping kang Adun, itu artinya mereka harus turun dengan dua kali lipat tekanan. Kang Step ini cerewet sekali, huh..
KS : Hey, tuan Rizky! pergerakan kamu itu lama sekali! cepat! jangan menghambat ya tuan!
R : iya kang *dengan wajah horor mencoba mencari-cari pijakan*
KS : Cepat! heh itu ornamen guanya jangan dipegang!
R : Iya kang.. *masih berusaha mencari cara yang tepat untuk turun ke bawah*
KS : Kamu berharap ada tali ya tuan? biar mudah ke bawahnya, iyaa?
R : Enggak kok..
dan
SROOOK!
Saudaraku rizky sudah sampai di bawah, dia terjatuh. Alhamdulillahnya, kang Adun selalu siap menangkap dan di bawah ada saudaraku hardi dan aku yang siap menangkap juga. Saudaraku Rizky sehat-sehat saja :)
KS : Kamu ceroboh sekali tuan! nanti ambil jatah ya satu seri push up!
R :Iya, siap palawa!
Saudaraku Niar yang melihat tragedi tesebut, menjadi semakin panik, belum apa-apa kakinya sudah bergetar.
N : Kang saya takuut...
KS : dilawan itu rasa takut kamu tuan! cepat! jangan ceroboh seperti tuan Rizky!
N : Iya kang..
Baru beberapa saat mencari-cari pijakan..
SROOOK!
Saudarku Niar terjatuh juga
HAP! kang Adun dengan sigap menangkap lengan saudaraku Niar dan meletakannya ke lantai gua. Persis seperti superman yang menangkap korban yang jatuh dan meletakannya di darat. huahaa.. :D
Strong banget lah kang Adun!
Kang Step makin mencak-mencak -_-
Niar yang nafasnya masih tidak karuan karena panik susah payah meladeni kang Step
KS : Heh, tuan Niar, LIAT SAYA! atur nafas kamu! Ceroboh sekali ya kamu! cari penyakit! tumbling kamu sekarang!
Aku kaget banget waktu kang Step bilang gitu, karena lantai gua waktu itu penuh sama bebatuan, bisa bocor kepala anak orang itu, kalo disuruh guling-guling O.O
N : Siap palawa! *masih ngos-ngosan, panik*
KS : Tidak panik tuan, ayo cepat ambil jatah kamu *lihat kondisi lantai gua* satu seri lompat monyet!
fiuh.. untunglah kang Step menggnti hukumannya.
Setelah selesai lompat monyet..
KS : Cepat kamu gambar sketsanya
N : Siap palawa! *menggambar dengan suaa nafas yang masih tidak karuan*
KA : Tidak panik tuan! *sambil terkekeh melihat kondisi saudaraku Niar*
Yak, stasiun maut itu menjadi penutup pemetaan gua kami. Jalur kembali pulang selalu lebih mudah, Alhamdulillah :)
Tiba di mulut gua, langit sudah gelap, mungkin sekitar pukul 7 malam.
Malam itu dilanjutkan dengan membuat bivak dan makan malam. Kelompokku menjadi yang tersigap looh! hehehe.. bonus dari kang Step, rokok satu batang untuk yang putra dan cokelat untuk yang putri, tetapi karena udah kekenyangan sampe mau muntah, kami memutuskan untuk menolak cokelat itu, hiiiiiks :"(
Malam itu indah sekali, ada bulan purnama dan halonya. Subhanllah :)
Malam itu aku juga tidak kedinginan, tidur nyenyak walaupun sempat dibangunkan teh Inung karena carierku keluar bivak.
Pagi menjelang, bulan purnama bersiap tenggelam dibalik tebing, semburat kemerahan menghiasi lagit, pagi yang sempurna untuk mengawali hari :)
Acara masak-masak kami ditemani oleh kang Polin dan kang Ikhsan.
Kang Polin hobi banget nyuruh aku teriak-teriak menyemangati kelompok lain -__-
Mereka juga meneritakan kondisi saudaraku Faisal yang tadi malam harus dibawa ke RS Hasan Sadikin Bandung karena kupingnya kemasukkan serangga.
Ternyata kemarin malam, saat sedang mencari pasak di antara semak-semak saudaraku Faisal kemasukan serangga di kuping kanannya. Kasihan..
Ritual binjas dan makan pagi usai!
Kelompokku dan kelompok 5 pagi ini akan berkegiatan SRT! uyeee :D
Perjalanan menuju Gua Cijangkrik cukup jauh dan menanjak.
Sampai di lokasi kami segera mengenakan SRT set
Pembagian tugas kali ini: Saudaraku Hardi sebagai Riging man, aku asisten riging, Saudaraku Rizky dan Niar yang turun selanjutnya, dan saudaraku Faisal sebagai cleaning.
Saudaraku Pandu dari keompok 5 dan Saudaraku Hardi memulai membuat jalur untuk menuruni gua vertikal 10 meter ke bawah. Saudaraku Hardi cukup lama membuat jalur ini, apalagi aku sebagai asisten tidak banyak membantu, hahaaa :D tetapi ternyata saudaraku Pandu lebih lama lagi, katanya nge-blank, entahlah..
Setelah membuat tambatan saudaraku Hardi dengan cepat menyelesaikan SRT-nya. Tibalah giliranku. Aku dari awal sudah kena koreksi karena chest harnest yang kukenakan longgar, aku benarkan, tetapi masih sedikit longgar juga, hehe..
Ternyata chest harnest yang longgar ini sangat menyulitkan pergerakanku, "rasakan sendiri tuan akibat kedogolan kamu"
Kang Polin membantu mengarahkan pergerakanku dari atas, yang terlihat hanyalah kepalang kang Polin, memberi perintah dengan cerewet.
Beberapa kalin kang Polin menjatuhkan kerikil sambil teriak "Rock!"
atau menakut-nakuti tentang white caver yang punya empat pengaman, alias pocong
hemm..jail banget yeee -___-
Walaupun lama dan beberapa kali membuat kedogolan akhirnya aku bisa menyelesaikan SRT kali ini.
Saudaraku Pandu dengan wajah mengenaskan masih sibuk membuat tambatan, Semangat Saudaraku Pandu!
Satu persatu saudaraku yang lain melakukan hal serupa.
Siang menjelang sore, akhirnya kegiatan SRT ria ini selesai. Kami kembali ke basecamp, beberapa kelompok dipandu kang Step sudah menunggu di lapangan, sedang membersihkan badan dengan tisu basah.
Kelompok kami meyusul. Setelah semua kelompok berkumpul kami bersiap pulang.
Ada berita buruk, saudaraku Eci harus pulang dengan langkah tertatih-tatih dan wajah yang terlihat menahan rasa sakit. Ada apa gerangan? aku kira hanya keseleo biasa.
Ternyata, cukup serius juga. Dengar-dengar cerita, saudaraku Eci terjatuh di mulut Gua Lalai, parahnya lagi jatuh sambil mengenakan carier. Satu hari setelahnya barulah terdengar kabar, kalau saudaraku Eci mengalami patah tulang.
Sedih sekali mendengarnya, semoga saudaraku Eci lekas sembuh! semoga bisa berada di pelatikan nanti bersama-sama!
28 Siswa DIKLATDAS PMPA PALAWA Unpad tidak boleh ada yang berkurang lagi! amin :)
Walaupun Medan Operasional ke-3 memakan dua korban luka; Saudaraku Faisal dan Eci, semoga ilmu-ilmu dari pelatih bisa kami terima dengan baik dan semoga banyak pelajaran berharga yang bisa kami dapatkan.
Medan Operasional terakhir segera datang!
Gunung Hutan selama delapan hari!
Pasti akan menjadi cerita yang sangat seru!
AYO SAUDARA-SAUDARAKU SEMANGAT SAMPAI PELANTIKAN! :D
Ini pertama kalinya aku mengunjungi gua. Ternyata lubang yang tidak menarik itu, bukan sembarang lubang. Ada banyak sekali kejutan di dalamnya, keindahan yang menimbulkan decak kagum, kagum pada Sang Pencipta. Tidak menyangka ada ruangan sebesar ini di dalam gua lengkap dengan ornamen-ornamen eksotis khas gua. Stalagtit-stalagti menjuntai dari langit-langit gua, berulir indah sambil meneteskan butiran-butiran air, belum ornamen lainnya yang tidak kalah indah. Nanti aku ceritakan detilnya!
Hari Jumat-Minggu, 24-26 Mei 2013, aku dan 27 siswa Diklatdas PMPA PALAWA Unpad mengikuti Medan Operasional Susur Gua di kawasan Sanghyang. Satu saudaraku berkurang lagi, Ahmad harus berhenti mengkuti Diklatdas karena berbenturan dengan akademiknya. Semakin sepi saja bekang kami ini, semoga saudara-saudaraku tidak ada yang berkurang lagi.
Deru mesin bekang menandakan kami akan segera meninggalkan lapangan sekre. Aku, 27 saudaraku, dan para pelatih seperti biasa berdiri di dalam bekang sambil memenuhi seisi bekang dengan lagu-lagu PALAWA.
Semakin mendekati medan, jalanan semakin tak karuan, kami seperti terkocok di dalam bekang. Terpelanting ke depan, belakang, samping kanan, dan kiri. Aroma petualangan bahkan sudah tercium sebelum kami sampai di lokasi.
Setelah sempat salah jalur, bekang akhirnya berhenti. Langit mendung, bulan purnama sesekali masih mengintip. Kang Step sudah berkoar-koar, cerewet, galak"Keluarkan headlampnya!buat tiga baris, ikuti saya!"
Jalanan berbatu dan menanjak, terkadang becek, kami 28 siswa diklatdas ini punya kebiasaan kalau masih di awal MO, sok-sok takut kotor, tidak mau basah, padahal udah tahu banget, nanti juga semua full lumpur, haha..
Gerimis turun, "Ponconya keluarkan!"Perintah kang Step ketus. Jadilah kami seperti rombongan unta, punya punuk. Jalanan mengecil, berbatu, menurun. hujan semakin deras, aliran air di bawah kaki kami semakin deras. Langkah kaki kami harus benar-benar diperhatikan, salah-salah bisa terpleset, mencium batu dan benjol. Jarak pandang menjadi pendek, kalau aku menengok ke belakang yang terlihat hanya sinar-sinar kecil headlamp.
"Buat lingkaran!"Perintah DanOp. Kami kurang sigap, "Saya bilang buat lingkaran! Dengar perintah saya tidak!" Di tengah derasnya hujan dan gelapnya malam, kang Step jadi dua kali lipat galaknya. "Keluarkan makanannya! kita makan malam sekarang."
Jadilah, malam itu kami makan malam di bawah derasnya hujan, susah payah aku tutupi piringku dengan badanku, tetap saja air hujan itu menggenangi nasiku. "Cepat habiskan makannanya, sebelum makanan kalian banjir!"Perintah Kang Step. Rasanya sudah tidak karuan, nasi dan ayamku sudah terbanjiri air hujan, ini memuakkan. Biasanya motivasiku menghabiskan makanan dengan melihat saudara-saudaraku yang lain yang masih banyak makanannya, tetapi kali ini, melihat mereka, yang mengeluarkan air dari mulut mereka untuk mengurangi kadar air hujan di mulut, malah semakin membuat aku tidak berselera. Hueks!
Setelah berjuang menghabiskan makanan, sambil sok-sok jatuhin nasi ke tanah, akhirnya bisa di-packing juga alat makanku. Hujan masih deras, kami kembali berbaris mengikuti DanOp menuju base camp.
FYI: di MO kali ini aku menjadi danru, Komandan Regu.*Susah payah gue biar gak cengengesan* Hahaaaaa :D Aku kelompok enam bersama saudaraku Rizki, Niar, Hardi, dan Faisal.
Kondisi basecamp kami berlumpur, kalau dipijak bisa membenamkan hingga mata kaki. Hujan perlahan mulai reda. Kami bisa lebih mudah mendirikan bivak. Akhirnya, dengan bantuan Saudaraku Hardi yang master banget bikin bivaknya, kami bisa istirahat.
Malam itu kembali turun hujan deras, tetesan air merembes dari ikatan kepala ponco, bivak kami bocor lagi! genangan air membasahi kakiku, air hujan dibantu angin sedikit membasahi kami. Aku menggigil, kedinginan, tidur tidak nyenyak, suara petir meramaikan acara tidur kami. Ah, aku ingin pagi segera datang.
"Priiiit...Priiit.." Peluit dua kali artinya danru harus berkumpul! Ah, senangnya mendengar peluit, hari yang baru telah tiba! :D
Pagi itu dilanjutkan dengan bongkar bivak dan masak untuk sarapan.
Sarapanku pagi itu yang paling spesial dari sarapan selama ini yang biasanya ber-instan ria; sayur sop, rendang, telur rebus-goreng, kerupuk, nasi, dan apel. Nyam! :9
Kegiatan pagi itu dibagi tiga sesi: eksplorasi Gua Lalai, SRT(Single Rope Technique) di Gua Cijangkrik, dan pemetaan di Gua Cikaracak.
Kelompokku dan kelompok 5 kebagian eksplorasi Gua. Aku dan Ruth langsung menuju tempat pengecekan alat, lalu mendaftar seluruh peralatan yang akan kelompok kami kenakan. Aku dan Ruth sebagai danru dapet kesempatan mengenakan helm eksplorer, helm yang menggunakan api sebagai penerangannya. Harganya sekitar 3jutaan katanya.
Bismillah, segeralah kami berbaris mengikuti kang Fuadi dan kang Aksel, naik bukit, turun bukit, jalan berbatu. Hingga tibalah kami pada jalan kecil menurun yang samping kanannya jurang, samping kirinya tebing tanah-batu, jalan itu berujung pada sebuah lubang berdiameter dua meter.
Ah ya! itu pasti guanya.
Untuk mendekat kami harus berbaris, mengantri untuk turun satu persatu. Saudaraku Hardi dan saudaraku Pandu membuat jalur untuk turun ke bawah dengan menggunakan webing yang diikat pada batu tembus.
Sudaraku Hardi yang turun terlebih dahulu, jalur masuk ke Gua Lalai adalah lubang sedalam tiga meter dengan pijakan yang minim. Melihat saudaraku Hardi turun saja sudah membuatku ngeri :/
Satu persatu saudaraku turun ke bawah. Saudaraku Hardi selalu siap sedia membantu kami, khususnya perempuan, mengarahkan pada pijakan batu yang tepat. Kami kaum hawa memang paling rempong kalau lagi menghadapi medan seperti ini, hahaaa :D
P mewakili perempuan
P : Saudaraku Hardi, ini gimana? *muka horor*
H : Nah itu, coba kakinya ke sini! *nunjuk batu*
P : Aduuh, gak nyampe.. *kaki meraih-raih pijakan tapi gak nyampe*
H : Bisa bisa! pantatnya turunin sedikit
P : Haduuh, takut! *muka makin horor* *ngelilit-liltin tali webing di tangan*
H : Ayo, loncat sedikit, pegangan yang kuat sama webing!
P : Ini mana pijakannya sih! *kaki gak bisa-bisa meraih pijakan*
H : Nah, itu kaki kirinya ke bawah sedikit!
P : Ini udah! tapi gak ada!*panik*
H : Itu kaki kanaaaan -____-
P : eh iya, haha :p
akhirnya sampe juga kami ke bawah, walaupun...
Saudaraku Fika sedikit berayun nabrak batu
Saudaraku Uji langsung merosot, dalam tiga detik langsung sampai bawah, sambil teriak "PALAWA"
Qoonit yang walaupun lama mencari pijakan akhirnya bisa sampai dengan selamat di bawah, fiuuh..
Carier dan dry bag juga sudah selamat sampai di bawah :)
Terakhir, kang Fuadi dan kang Aksel.
KF: Coba tuan Ruth, di eksplor guanya! kemana lagi kita?
R : Siap PALAWA! *mengeksplor gua*
*beberapa saat kemudian*
R : Gak ada kang, cuma ada lorong kecil, gak muat orang.. *muka polos*
KF : Yaudah, berarti eksplorasi kita cukup sampe sini aja ya?
*hening*
Hahaaa..gak mungkin banget lah! akhirnya saudaraku Pandu yang mencoba mengeksplor.
P : Bisa kang, ada lorong!
R : *senyam-senyum*
Yak! akhirnya kita bisa melanjut eksplorasi gua, gak seru banget kalau cuma sampai di sini doang, lawak banget :D Seperti yang aku bilang di awal, gua itu menyimpan banyak sekali kejutan.
Di mulut gua, kami harus sedikit bermain adrenalin menuruni lubang vertikal setinggi tiga meter,
kemudian bertemu ruangan dengan atap seperti kubah dengan lebar 4x3 meter,
setelah itu memasuki lorong sempit yang hanya cukup untuk badan
Lolos dari lubang kecil, disambut oleh lorong yang cukup besar sepanjang 3 meter
setelah itu, kejutan! ada chamber yang luasnya sekitar 10x10meter, stalagtit dan stalagmit ramai sekali menghiasi lantai dan atap gua, berulir indah, menjadi satu kesatuan hiasan ekksotis Gua Lalai.
Bila kita menyorotkan headlamp ke atas, maka tampaklah puluhan kelelawar terbang tak tentu arah, heboh kedatangan tamu. hehe :P
Sayang seribu kali sayang, chamber Gua Lalai yang keren itu tidak bisa difoto.Tunggu ya, kalau aku sudah menjadi anggota PALAWA, akan aku foto semua tempat indah rupawan :) amin.
Jalanan mulai berlumpur, sepato boots yang kami gunakan sangatlah bergunaa, tidak hanya lantai gua dindingnya pun juga berlumpur, aneh :/
"Kang, mana guano(kotoran kelelawar)nya? katanya banyak guano?"
"Ini coklat-coklat, guano semua tuan!"
"Heeeh.. demi apa! tapi kok gak bau ya kang?"
"mungkin karena sudah terlalu banyak tuan, haaha.."
Yak, aku kira, semenjak kami tahu, bahwa lumpur coklat itu ternyata adalah guano, kami semua kompak terkena gatal-gatal. Rasanya seperti ditusuk jarum kecil dari mulai pantat menjalar hingga telapak kaki. Gataaal sekali!
Para pria sudah sejak tadi sibuk menggaruk pantatnya, tidak perduli. Tidak seperti kami, kaum hawa yang harus menahan rasa gatal itu. Semakin difikirkan semakin gatal saja.
anehnya kedua pelatih kami itu tidak terserang gatal-gatal, aneh yaa..
Dengan rasa gatal yang amat sangat, kami melanjutkan eksplorasi gua. Helm eksplorku mulai redup, aku sudah malas menggunakannya. Kami memasuki lorong lagi, tingginya sekitar tiga meter, berair, dindingnya penuh guano. Ah, belum sampai hati memegang dinding itu seperti sewajarnya seorang eksplorer, iyaks :P
Kami menyempatkan berfoto di lorong tersebut. Fotonya menyusul ya!
Di ujung loroong tersebut kami harus menaiki dinding dengan kemiringan sekitar 60 derajat. Dengan dinding gua yang licin kami harus ekstra hati-hati memilih pijakan yang tepat. Semakin ke atas pemandangan ornamen-ornamen gua semakin keren saja. Melihat saudara-saudaraku mengenakan headlamp, berjalan menaiki batu-batu, terkadang harus memanjat, membuat kami terlihat seperti petualang sejati. Hihi..
Di atas ada sebuah ruangan lagi sekitar 4x4 meter, atapnya menurun, dihiasi stalagtit-stalagtiit bergbagai macam ukuran. Di ruangan ini kami belajar fotografi gua bersama kang Aksel, kemudian dilanjutkan dengan makan snack.
Perjalanan dilanjutkan kembali, kami menyusuri lorong dengan merunduk hingga tibalah pada sebuah ruangan gua yang besar. Samping kirinya tebing vertikal ke bawah sekitar 10 meter dengan kemiringan 70 derajat, samping kanannya tebing vertikal ke atas setinggi 6 meter dengan kemiringan sekitar 50 derajat. Kami melanjutkan ke atas, tebing yang licin membuat kami harus ekstra hati-hati kalau tidak mau terperosok. Di atas, puluhan kelelawar sudah menanti, terbang-terbang tak tentu arah, sarangnya kami ganggu.
Di atas sini tempat ornamen terindah menurutku. Ada stalagtit, stalagmit, kolom, flowstone, dan gordyn. Semuanya membentuk satu kesatuan yang sangat indah. Bunyi tetesan air menjadi irama yang indah menemani kami mengekplorasi gua. Subhanallaaah.. tidak menyangka di bawah tanah ada ruangan seindah ini, Allah keren banget :'')
Geregetan banget mau foto ini semuaaa! aaaak!
Sayang eksplorasi kami harus disudahi oleh waktu. Kami kembali menuruni tebing terjal berbatu ini, selangkah demi selangkah berjalan mundur sambil mencari-cari batu pijakan. Saudara-saudarku yang sudah di bawah membantu mengarahkan.
Selesai menuruni tebing, kami kembali menuruni tebing kembali, kali ini lebih curam dengan kemiringan sekitar 70 derajat. Kami menuruninya dengan menggunakan tali statis. Untuk menuruninya, tangan harus dililitkan kuat-kuat pada tali lalu turun perlahan dengan menaruh beban tubuh pada tali. Rapeling ini agak menjijikan, karena tebing dipenuhi dengan guano, tali juga sudah resmi terlumuri coklat guano, jadilah tangan penuh dengan benda coklat berlumpur itu. weks!
Setelah menuruni tebing terjal itu, kami sudah berada di jalur awal masuk. Jalan keluar lebih mudah untuk dilalui. Hari sudah menjelang sore, sekitar pukul 14.00, dengan wearpack yang hapir berubah warna menjadi cokelat, kami menyudahi eksplorer hari itu, tidak terasa kami sudah 4 jam mengeksplorasi Gua Lalai.
Kegiatan selanjutnya adalah pemetaan gua bersama kang Adun. Kami berlima akan bergiliran mendapatkan tugas sebagai:
Shooter : orang yang membaca kompas, klinometer, dan pita ukur
Stationer : Orang yang berdiri pada stasiun untuk dijadikan poin pengukuran
Leader : Orang yang menentukan stasiun-stasiun
Descriptor data: Orang yang mencatat data
Descriptor sketsa: Orang yang menggambarkan tampak gua, dari tampak atas, samping, dan depan
Kami menggunakan metode forward, yaitu menghitung stasiun demi stasiun secara maju berurutan, dengan Grade 3, kelas C.
Perjalanan awal treknya masih cukup mudah, lorong-lorong gua yang berbatu-batu, landai, dan besar, memudahkan pergerakan kami. Satu persatu stasiun dihitung derajat kemiringannya dengan klinometer, letak azimuthnya dengan kompas, panjang antar stasiun, tinggi atap gua, dan lebar ke kanan dan kiri dengan pita ukur.
Saat aku kebagian tugas menjadi deskriptor kang Step banyak mengoreksi sketsa buatan ku:
KS : Coba saya lihat sketsa kamu
Q : Ini kang *menyodorkan papan jalan dan isnya*
KS : Apa ini? tidak ada seninya sama sekali!
Q : *jleb* eh iyayaa kang..
KS : Nih liatnya, ini kan ada cekungan, kamu harusnya.... bla..bla..bla..
intinya sih, harus menggambar lebih detail lagi. Emang aku juga yang menggambarnya terlalu asal-asalan, hehe..
Semakin ke ujung, trek mulai menyempit dan menantang adrenalin. Pada stasiun 21 ke 22 kami tiba pada trek vertikal, yang harus turun dengan ketinggian lubang ke bawah sekitar tiga meter dengan pijakan yang minim dan licin. Menurutku, selama eksplorasi gua hingga saat ini, trek inilah yang paling menantang adrenalin.
Saudaraku Faisal dan Hardi dengan cepat bisa selamat sampai ke bawah, kemudian giliranku.
glek.
Aku duduk pada ujung batu, bersiap untuk turun. Kang Adun sudah menunggu di bawah, memberikan arahan.
Q : kang ini pijakannya yang mana ya?
KA : Pegangan sama batu yang itu, terus kakinya pijak ke sini *menunjuk-nunjuk pijakan*
Q : Oh gini yah, *muka horor* tapi gak nyampe ini kakinya kang..
Dengan muka super horor, takut, dan bingun, berkali-kali mencoba gaya untuk turun, mengganti-ganti pegangan untuk dijadikan pengaman, berkali-kali merubah posisi, tapi tidak kunjung turun juga, pantat masih menempel pada batu. Bayangan kaki akan terpeleset dan jatuh ke bawah menghantam batu selalu menghantui.
Q : Haduuh, gimana ini kang, hororrr.. *muka super panik*
KA : Tuan Qoonita ini lama sekali, kamu mau turun tidak?
Q : Mau kang, ini lagi usaha..gimana sih caranya?
KA : Cepet! kamu mau disitu sampai kapan tuan?
Q : iyaya ini
Akhirnya, pantat mulai terangkat. Dengan segenap keberanian dan keyakinan bahwa pijakan yang aku ambil aman aku mulai melangkah dan melangkah dan hup! Aku sampai ke bawah dengan selamat, fiuuh..akhirnya
Tibalah giliran saudaraku Rizky dan Niar, mereka kurang beruntung, saat itu, Kang Step sudah duduk di samping kang Adun, itu artinya mereka harus turun dengan dua kali lipat tekanan. Kang Step ini cerewet sekali, huh..
KS : Hey, tuan Rizky! pergerakan kamu itu lama sekali! cepat! jangan menghambat ya tuan!
R : iya kang *dengan wajah horor mencoba mencari-cari pijakan*
KS : Cepat! heh itu ornamen guanya jangan dipegang!
R : Iya kang.. *masih berusaha mencari cara yang tepat untuk turun ke bawah*
KS : Kamu berharap ada tali ya tuan? biar mudah ke bawahnya, iyaa?
R : Enggak kok..
dan
SROOOK!
Saudaraku rizky sudah sampai di bawah, dia terjatuh. Alhamdulillahnya, kang Adun selalu siap menangkap dan di bawah ada saudaraku hardi dan aku yang siap menangkap juga. Saudaraku Rizky sehat-sehat saja :)
KS : Kamu ceroboh sekali tuan! nanti ambil jatah ya satu seri push up!
R :Iya, siap palawa!
Saudaraku Niar yang melihat tragedi tesebut, menjadi semakin panik, belum apa-apa kakinya sudah bergetar.
N : Kang saya takuut...
KS : dilawan itu rasa takut kamu tuan! cepat! jangan ceroboh seperti tuan Rizky!
N : Iya kang..
Baru beberapa saat mencari-cari pijakan..
SROOOK!
Saudarku Niar terjatuh juga
HAP! kang Adun dengan sigap menangkap lengan saudaraku Niar dan meletakannya ke lantai gua. Persis seperti superman yang menangkap korban yang jatuh dan meletakannya di darat. huahaa.. :D
Strong banget lah kang Adun!
Kang Step makin mencak-mencak -_-
Niar yang nafasnya masih tidak karuan karena panik susah payah meladeni kang Step
KS : Heh, tuan Niar, LIAT SAYA! atur nafas kamu! Ceroboh sekali ya kamu! cari penyakit! tumbling kamu sekarang!
Aku kaget banget waktu kang Step bilang gitu, karena lantai gua waktu itu penuh sama bebatuan, bisa bocor kepala anak orang itu, kalo disuruh guling-guling O.O
N : Siap palawa! *masih ngos-ngosan, panik*
KS : Tidak panik tuan, ayo cepat ambil jatah kamu *lihat kondisi lantai gua* satu seri lompat monyet!
fiuh.. untunglah kang Step menggnti hukumannya.
Setelah selesai lompat monyet..
KS : Cepat kamu gambar sketsanya
N : Siap palawa! *menggambar dengan suaa nafas yang masih tidak karuan*
KA : Tidak panik tuan! *sambil terkekeh melihat kondisi saudaraku Niar*
Yak, stasiun maut itu menjadi penutup pemetaan gua kami. Jalur kembali pulang selalu lebih mudah, Alhamdulillah :)
Tiba di mulut gua, langit sudah gelap, mungkin sekitar pukul 7 malam.
Malam itu dilanjutkan dengan membuat bivak dan makan malam. Kelompokku menjadi yang tersigap looh! hehehe.. bonus dari kang Step, rokok satu batang untuk yang putra dan cokelat untuk yang putri, tetapi karena udah kekenyangan sampe mau muntah, kami memutuskan untuk menolak cokelat itu, hiiiiiks :"(
Malam itu indah sekali, ada bulan purnama dan halonya. Subhanllah :)
Malam itu aku juga tidak kedinginan, tidur nyenyak walaupun sempat dibangunkan teh Inung karena carierku keluar bivak.
Pagi menjelang, bulan purnama bersiap tenggelam dibalik tebing, semburat kemerahan menghiasi lagit, pagi yang sempurna untuk mengawali hari :)
Acara masak-masak kami ditemani oleh kang Polin dan kang Ikhsan.
Kang Polin hobi banget nyuruh aku teriak-teriak menyemangati kelompok lain -__-
Mereka juga meneritakan kondisi saudaraku Faisal yang tadi malam harus dibawa ke RS Hasan Sadikin Bandung karena kupingnya kemasukkan serangga.
Ternyata kemarin malam, saat sedang mencari pasak di antara semak-semak saudaraku Faisal kemasukan serangga di kuping kanannya. Kasihan..
Ritual binjas dan makan pagi usai!
Kelompokku dan kelompok 5 pagi ini akan berkegiatan SRT! uyeee :D
Perjalanan menuju Gua Cijangkrik cukup jauh dan menanjak.
Sampai di lokasi kami segera mengenakan SRT set
Pembagian tugas kali ini: Saudaraku Hardi sebagai Riging man, aku asisten riging, Saudaraku Rizky dan Niar yang turun selanjutnya, dan saudaraku Faisal sebagai cleaning.
Saudaraku Pandu dari keompok 5 dan Saudaraku Hardi memulai membuat jalur untuk menuruni gua vertikal 10 meter ke bawah. Saudaraku Hardi cukup lama membuat jalur ini, apalagi aku sebagai asisten tidak banyak membantu, hahaaa :D tetapi ternyata saudaraku Pandu lebih lama lagi, katanya nge-blank, entahlah..
Setelah membuat tambatan saudaraku Hardi dengan cepat menyelesaikan SRT-nya. Tibalah giliranku. Aku dari awal sudah kena koreksi karena chest harnest yang kukenakan longgar, aku benarkan, tetapi masih sedikit longgar juga, hehe..
Ternyata chest harnest yang longgar ini sangat menyulitkan pergerakanku, "rasakan sendiri tuan akibat kedogolan kamu"
Kang Polin membantu mengarahkan pergerakanku dari atas, yang terlihat hanyalah kepalang kang Polin, memberi perintah dengan cerewet.
Beberapa kalin kang Polin menjatuhkan kerikil sambil teriak "Rock!"
atau menakut-nakuti tentang white caver yang punya empat pengaman, alias pocong
hemm..jail banget yeee -___-
Walaupun lama dan beberapa kali membuat kedogolan akhirnya aku bisa menyelesaikan SRT kali ini.
Saudaraku Pandu dengan wajah mengenaskan masih sibuk membuat tambatan, Semangat Saudaraku Pandu!
Satu persatu saudaraku yang lain melakukan hal serupa.
Siang menjelang sore, akhirnya kegiatan SRT ria ini selesai. Kami kembali ke basecamp, beberapa kelompok dipandu kang Step sudah menunggu di lapangan, sedang membersihkan badan dengan tisu basah.
Kelompok kami meyusul. Setelah semua kelompok berkumpul kami bersiap pulang.
Ada berita buruk, saudaraku Eci harus pulang dengan langkah tertatih-tatih dan wajah yang terlihat menahan rasa sakit. Ada apa gerangan? aku kira hanya keseleo biasa.
Ternyata, cukup serius juga. Dengar-dengar cerita, saudaraku Eci terjatuh di mulut Gua Lalai, parahnya lagi jatuh sambil mengenakan carier. Satu hari setelahnya barulah terdengar kabar, kalau saudaraku Eci mengalami patah tulang.
Sedih sekali mendengarnya, semoga saudaraku Eci lekas sembuh! semoga bisa berada di pelatikan nanti bersama-sama!
28 Siswa DIKLATDAS PMPA PALAWA Unpad tidak boleh ada yang berkurang lagi! amin :)
Walaupun Medan Operasional ke-3 memakan dua korban luka; Saudaraku Faisal dan Eci, semoga ilmu-ilmu dari pelatih bisa kami terima dengan baik dan semoga banyak pelajaran berharga yang bisa kami dapatkan.
Medan Operasional terakhir segera datang!
Gunung Hutan selama delapan hari!
Pasti akan menjadi cerita yang sangat seru!
AYO SAUDARA-SAUDARAKU SEMANGAT SAMPAI PELANTIKAN! :D
berfoto sebelum packing ulang |
kira-kira seperti ini kostum kami mengunjungi gua, tanpa belt dan pelindung lutut
|
before-after carier ku, dia cerita banyak sekali ya |
carier carier 28 siswa Diklatdas siap untuk berangkat! |
0 komentar