Gunung Guntur, My First Experience
1/28/2013 02:06:00 PM
Drrrrrt hpku
bergetar, ada sms masuk:
Qonit… Aroma puncak gunung mulai tercium,
insya Allah jumat ini ada jadwal naik gunung Guntur, aku lagi loby pak diki
Sms dari teh ella itu langsung mengembangkan senyumku lebar
sekali dan membuatku berteriak “yeeeeee mau naik gunung!”
Semenjak saat itu hari-hariku dipenuhi dengan persiapan
mendaki gunung. Aku rajin googling tentang daki-mendaki gunung, tips mendaki yang aman, cara membawa kamera
saat mendaki, cara packing, persiapan yang harus dilakukan, dan lain-lain. Oh
iya, sebelum itu, masih ada satu hal penting yang harus dilakukan: izin orang
tua.
Qoon : ehm.. *pasang senyum manis* Umi aku boleh naik gunung
gak?
Umi : gunung apa? *datar*
Qoon : gunung Guntur, di garut, gunung buat pemula banget
tuh *sotoy*
Umi : Tanya abimu sana *masih datar sambil nonton tv*
Qoon : hemfftt… *senyum manis lagi*bi, boleh naik gunung
gak?
Abi : *ngangkat bahu*
Qoon : loh kok gak tau? Boleh gak?
Abi : Janganlah, sekarangkan lagi musim hujan
Qoon : Pasti rombongannya pecinta alamnya tahu, kalo
cuacanya buruk, pasti gak bakal jadi nanjak! *sotoy lagi*
Abi :*diem, kehabisan argumen*
Qoon : jadi boleh
kan!?
Abi : *Cuma diem*
Qoon : -_______-
Yap! Dan itu aku artikan umi dan abi mengizinkan aku untuk
naik gunung, hahhaaa :D
Naik gunung kali ini diselenggarakan oleh klub pecinta alam
PR (Pikiran Rakyat). Dari mana hubungannya Qoonit yang mahasiswa fikom semester
1 dengan PR? Keesempatan ini datang berkat Allah pastinya dan teh Ella yang
dulu magang di PR sehingga diajak pak Diki, dan teh Ella boleh mengajak satu
teman, itu adalah aku :)
Keinginan naik gunung memang sudah aku idam-idamkan sejak
SMA, hanya saja sewaktu SMA NATO, not action talk only, gak pernah
latihan fisik, jadi gimana mau kesampaian tuh keinginan naik gunung. Berbeda
dengan saat ini, dari mulai semester awal aku sudah rajin lari pagi, entah
kapan akan berangkat naik gunung yang penting aku siapkan saja dulu fisikku.
Bukankah Allah akan mengabulkan permintaan hambanya ketika ia sudah siap. Aku
berusaha memantaskan diri agar doaku dikabulkan. Segala puji bagi Allah, dan
sekarang Dia mengabulkannya :)
Hari rabu, tanggal 23 Januari, tidak seperti teman-teman
lain yang sedang berlibur di rumah, aku memilih untuk kembali ke kosan,
hehehe.. aku dan teh Ella akan menyiapkan perlengkapan bersama. Ini yang harus
kita bawa:
Planel kotak, celana PDL, jaket, sweater, baju ganti, sepatu gunung, gaiter, sleeping bag,
matras, headlamp, hidropack, velpes, jas hujan, sandal, peralatan mandi, peralatan
survival, makanan, minuman minimal 3 lt, dan kamera.
Sedangkan barang-barang untuk bersama seperti, tenda dan
trangia dibawakan oleh tim PR.
Ada beberapa nama-nama asing untuk pendaki gunung pemula
seperti aku, tetapi sekarang aku tahu. Planel itu baju kemeja dengan bahan
khusus, ringan dan nyaman. Gaiter adalah pelindung kaki yang dipakai di antara
betis dan telapak kaki, gunanya agar pasir tidak masuk ke dalam sepatu.
Hidropack adalah tempat minum, bentuknya
seperti kantong darah ditambah selang, hidropack memudahkan kita untuk
minum sambil mendaki. Velpes, tempat minum yang dapat menahan panas, ya seperti
termos. Terakhir, trangia adalah alat untuk memasak. Yak, itu adalah pelajaran
pertama mendaki gunung! Hihihi :)
Pelajaran ke dua: packing. Kali ini dipandu oleh guru
yang udah expert dalam daki-mendaki yang merupakan seorang anggota
Wanadri, Dwi Cahyo Akbar.
Setelah semua barang-barang berhasil dikumpulkan. Inilah
hal-hal yang harus dilakukan:
1.
Pelastikkan semua
barang-barang, gunanya agar terlindungi dari hujan.
2.
Semua barang yang sudah
dipelastikkan harus kedap udara, kempeskan! Ini untuk menghemat ruang di
carrier. Berlaku untuk makanan juga, seperti roti harus dikempeskan.
3.
Pastikan semua pakaian dan
sleeping bag terlipat dengan rapih, untuk menghemat ruang.
4.
Lapisi bagian dalam carrier
dengan pelastik besar atau trash bag.
5.
Lapisi lagi dengan matras;
buat matras melingkar rapih di dalam carrier.
6.
Barang paling bawah adalah
sleeping bag karena ringan dan digunakan paling akhir.
7.
Urutan barang-barang
setelah itu: pakaian ganti dan peralatan mandi, minuman, makanan olahan, jas
hujan, jaket, headlamp,kotak P3K, dan kamera. Barang-barang seperti sandal dan
peralatan survival di selip-selipkan untuk mengisi ruang kosong. Coklat, gula
merah, hidropack, slayer, diletakkan di kantong luar.
Pelajaran ke-2 selesai! Terimakasih guru :)
Hari Jumat, 25 Januari, pukul 14.30, setelah packing, aku dan teh Ella berangkat ke kantor PR, di Bandung. Hari yang dinantikan datang juga :)
kendaraan yang kami pakai |
Pukul 21.15 kami tiba di rumah bu Tati, ibu RT Desa
Citiis.Rumah tersebut merupakan titik pertama kami memulai pendakian.Sebelum
itu, kami makan malam, salat, dan melakukan packing ulang. Aku memutuskan untuk
mengurangi 1.5lt air dari carrierku dan kang Febri berbaik hati mau membawakan
tripodku, hehe..terimakasih banyak :)
Packing ulang |
Ini pertamakalinya aku mendaki gunung, ada rasa takut,
mencemaskan hal yang sebenarnya tidak perlu dicemaskan, tidak percaya diri akan
kemampuan, dan perasaannegatif lainnya. Exit the limit! Dan rasakan apa yang belum
pernah kamu rasakan!Pepatah itu seperti menantangku, aku gila akan
pengalaman yang menuntutku keluar dari batas kemampuan. Aku yakin Allah
mengaruniai manusia kekuatan yang tidak terbatas, pernah dengar seorang nenek
yang berhasil mengangkat mobil untuk menyelamatkan anaknya yang terjepit di
bawah mobil?Nah, aku yakin aku lebih kuat dari yang aku duga selama ini, semoga
Allah berkenan.
Headlamp sudah
dikenakan, carrier yang aku taksir mencapai 11kg sudah berada dipunggungku,
beban terberat yang pernah aku panggul selama ini.Kami sudah siap untuk memulai
pendakian, sebelum itu kami melingkar, membaca surar Al-Fatihah dan berdoa; “Ya Allah berilah kami kemudahan,
kelancaran, dan keselamatan dalam pendakian kali ini, semoga bisa mendekatkan kepadaMu,
lukiskan langit yang indah untuk kami, amiiin” doaku dalam hati.Mantapkan
niat dalam hati, tebalkan mental, dan yakinkan diri bahwa aku mampu. Yap!
Bismillahirahminrrahim kami mulai melangkah!
Langit kelabu, berlapis awan tebal, sesekali bulan purnama
malu-malu megintip, pukul 21.30 kami memulai pendakian. Keadaannya gelap
sekali, sulit mengetahui pemandangan apa yang ada di kanan dan kiri kami, yang
aku lihat hanyalah samar gunung-gunung yang hampir berwana hitam menjulang di
sekeliling kami, dan jalanan pasir berbatu di bawahku yang disinari oleh headlamp. Kami berjalan beriringan
dengan carrier menjulang, suara derap langkah sepatu-sepatu gunung menemani
perjalanan kami. Dari kejauhan cahaya dari headlamp hanya serupa cahaya kecil,
hanya itu petunjuk bahwa ada teman kami di depan dan di belakang sana.
Lima belas menit berjalan, pak Diki, orang yang sudah
bolak-balik mendaki Guntur, sudah dibuat bingung oleh rute Guntur sekarang.“Saya bingung, kenapa ada jalur truk di
sini?Jalurnya sudah berbeda sekali dengan yang dulu, jalur yang aneh!”Itu
yang beliau katakan.Beberapa kali kami harus mundur kembali karena salah jalan.
Beberapa kali juga Pak Diki dan yang lain berdebat tentang arah jalan yang
benar, entahlah waktu itu malam hari, sulit menentukan arah yang tepat. Beberapa kali berhenti untuk menentukan
jalan, semakin lama jalur semakin menanjak, keringat mengucur dan nafas mulai
memburu, beruntung, lelah kami terobati dengan hamparan city lightkota garut dan barisan pegunungan, indah sekali!
Di perjalanan kami bertemu rombongan pendaki lain,
jumlahnya lima orang, kami memutuskan
untuk mendaki bersama, bertambahlah rombongan kami menjadi 17 orang. Kami terus
berjalan, beberapa kali pak Diki menanyakan keadaanku, “Gimana Qoonit masih
kuat?Perlu istirat gak? Tunggu ya, kita bawa new comernih!” Rasanya seperti spoiler
dalam rombongan, huu..maaf yaa :’( padahal teh Ella juga new comer, tapi yang disebut aku mulu
-___- mungkin karena aku yang paling kecil, “Masih oke kok, lanjut pak!”
jawabku sambil ngos-ngosan, hahhaa :p
Hingga pukul 00.04 perjalanan kami harus terhenti, jalur
terputus. Bu Nina sudah beberapa kali mengatakan, “ayo buka tenda di sini aja!”padahal rencana mendirikan tenda saat
di puncak nanti -__- Beberapa pria mencoba mencari jalur, yang lainnya duduk
melingkar, memanjakan otot-otot sesaat, melepas carrier, meluruskan kaki.
suasana saat beristirahat |
Pemandangan kami hamparan kerlap-kerlip lampu kota garut dan barisan
pegunungan, sambil menunggu keputusan jalur selanjutnya, aku memilih untuk
mengabadikan pemandangan malam ini.
Teman-teman lain berbincang tentang
buruknya pengelolaan Gunung Guntur, benerapa kali makian untuk bapak Aceng,
bahkan berencana meliput kerusakan Guntur, “Wah,
harus jadi berita nih, masa Guntur jadi kayak begini! Pada kemana wartawan
Garut,gak ada suaranya, parah!”Itu salah satu komentar dari wartawan PR.
Pukul 01.19, setelah berdiskusi panjang, akhirnya kami
melanjutkan perjalanan. Jalur kali ini terjal
mendaki, bagaimana tidak, kami membuka jalur baru! Bagaikan berada di
film Indiana Jones, Perjalanan kami
ditemani suara tebasan ilalang dengan golok. Aku harus lebih konsentrasi
melihat jalanan karena kondisinya yang berbatu dan lebar jalanan kami kira-kira
hanya 50cm, menanjak, kanan dan kiri kami adalah ilalang setinggi satu meter,
pemandangan di depan adalah bayang-banyang siluet hitam teman-teman dengan
carriernya, lampu-lampu kecil dari headlamp,
puncak gunung dengan foreground ilalang dan hiasan cantik bulan purnama.
Seandainya bisa ku abadikan.
Perjalanan diiringi dengan canda tawa dari bapak-bapak yang suka
ngebodor.Sesekali pekikan-pekikan
semangat dan harapan-harapan palsu bersahutan, “AYO SEMANGAT! PUNCAK 15 MENIT
LAGI!” dari awal perjalanan puncak selalu 15-menit lagi, hihihihi..Jtapi itu berhasil
membuatku lebih bersemangat. Kami terus menanjak, semakin lama kemiringannya
semakin menjadi-jadi, aku tidak perduli dengan lelah, tidak perduli dengan
bahuku yang sakit menggendong carrier, tidak perduli dengan telapak kakiku yang
berteriak ingin sekali berhenti, yang ada difikaranku hanyalah melangkah dan
melangkah, puncak selalu terlihat dekat, tetapi kenyataannya seperti tidak
kunjung sampai.
Pukul 02.31 kami hampir tiba di puncak, jalanan tanah-pasir
berbatu sudah berganti dengan batu semua! kemiringan mencapai 75 derajat!
Dengan beban 11kg di punggung, aku harus mati-matian menjaga keseimbangan, agar
tidak oleng dan terjatuh, tangan harus lebih kuat mencengkram batu dan ilalang
sebagai pijakan untuk mendaki.“Parah,
jalurnya terjal sekali! Jalur kaya gini mah buat level gunung 3000m ke atas”itu
salah satu celoteh dari mereka. Kalau aku bisa menaklukkan jalur ini, berarti
bolehlah aku percaya diri bermimpi menaklukan semeru :)
Pukul 03.13, kami sampai di puncak! Langit terbuka,
bintang-bintang langit selatan menghiasi langit, hamparan citylight semakin luas membentang. Sungguh pemandangan yang luar
biasa, Subhanallah..
Pemandangan di atas puncak |
Ini adalah bumi
tertinggi yang aku pijak dengan kakiku sendiri dan dengan bawaan terberat yang
aku pikul sendiri. Entah puncak apa, tetapi kami sudah berada di ketinggian
2000m dpl. Tidak lama kami tahu, setelah melihat GPS, bahwa kami tersesat,
salah jalur, itu berarti kami bukan di atas puncak Gunung Guntur -___-
Qoon : Teh, ini pendakian pertama kita, gunung guntur, eh gak sampe puncak lagi, sedih! :''''o
Ella : Wuaaa! gak usah diperjelas juga Qoon, aduh pasti diiketawain cahyo deh -___-
Qoon : Yaudahla ya, tapi ini seru banget kok! :D
Sedikit
kecewa memang, tetapi aku menyadari, tidak penting sampai puncak atau tidak, yang
terpenting adalah pengalaman gila yang aku rasakan hingga berdiri di titik ini,
yang terpenting adalah kebersamaan, saling tolong, saling menyemangati,
kegigihan hati untuk tidak takut pada apapun, dan mental sekuat baja untuk bisa
menyelesaikan petualangan ini.
Aku kira petualangan ini telah berakhir, kenyataannya ada
tantangan yang lebih berat setelah ini; turun melewati jalur yang sama!Hatiku
bergetar melihat jalur yang aku tapaki, jalur batu itu terlihat lebih terjal
dari atas sini, dengan kemiringan se-ekstrim itu, aku harus ekstra berhati-hati
menuruni, berfikir lebih cermat batu mana yang harus aku pijak.Saat jalannya
sangat curam aku memilih untuk berjongkok dan merosot, walaupun pak Diki sering
mengingatkan, “kok jalannya seperti itu? Nanti celanannya rusak.” Hehe..iya pak, dari pada jiwanya yang rusak,batinku
-..- Sekitar 15menit berselang, jalanan
sudah berganti dengan tanah-pasir batu yan tidak terlalu curam. Aku sudah tidak
memperdulikan tanganku yang penuh dengan goretan-goteran
akibat mencengkram ilalang-ilalang, perih memang, tapi tidak perduli.Kaki yang
sudah teramat lelah, karena harus menahan langkah demi langkah di jalanan
menurun. Jarak pandang ke depan hanya tiga meter, selebihnya hanya hitam pekat,
rasanya seperti jalur yang tidak berujung. Ilalang lagi, lagi, dan lagi. Hingga
terdengar teriakan dari bawah sana“SAMPE
BAWAAAH!”hehhh.. mereka sudah sampai! aku percepat langkahku.
Pukul 04.36 akhirnya kami sampai di bawah! Beberapa kali turun
merosot dan sering terpeleset, akhirnya aku sampai juga di bawah. Teh Ella, teh
Rina, kang Febri dan rombongan baru masih berjuang untuk sampai ke bawah. Pak
Diki, pak Tatang, pak Nabil, pak Asep, dan Bu Nina langsung membuka matras dan sleeping bag untuk bersiap tidur.
Aku?Mana bisa tidur dengan keindahan alam seperti ini. Tidak lama kemudian mereka sampai di bawah. Aku dan teh Ella
salat subuh berjamaah dengan petunjuk arah barat dari rasi Crux.Setelah itu
foto-foto dan mengabadikan keindahan matahari terbit.
ekspresi kebahagiaan |
Pagi biru dan gunung cikurai |
Medan ini yang kami taklukan semalam, terlihat sangat dekat, tetapi....
Kegiatan selanjutnya, setelah semua bangun dari tidurnya,
kami membuka trangia dan memasak!
Ini pertama kalinya aku memasak dengan
trangia. Kami memasak nasi, sarden, ikan asin, dan roti bakar, hemm… makan
dengan pemandangan seindah ini, nikmat sekali :9
aktivitas penambangan pasir yang tidak terkontrol |
Setelah semua kenyang dan energi terisi kembali, kami packing dan turun kembali ke
bawah.Walaupun lelah, aku senang sekali sudah merasakan mendaki gunung, bahkan
dengan jalur terjal yang sangat menantang untuk pemula sepertiku.Senang bisa
berada di antara mereka, yang semakin berat medannya semakin kencang
tertawanya, tidak pernah mengeluh, selalu optimis, saling menyemangati, dan
saling membantu.
Sebelum pulang kami foto bersama, aku kenalkan dari yang paling kiri : kang Iqbal, (skip), (skip), teh Sarah, pak Diki, pak Bambang, Pak Nabil, pak Tatang, teh Rina, bu Nina, Qoonit, teh Ella, pak Asep, (skip), kang Febri.
yang di skip, berarti lupa, maaf ya, hehe :p
tangan anak petualang :p |
Perjalanan pulang |
pemandangan luar biasa, lapisan batu-tanah-pasir |
Puncak guntur yang sebenarnya, jauuuh ya nyasarnya -___- |
Rumah bu RT, start pendakian |
Ini adalah pendakian pertamaku dan ini baru permulaan, masih
banyak gunung-gunung di Indonesia yang akan aku daki. Amiiin..:)
0 komentar