Antara Film Spotlight dan Dunia Jurnalistik Kampus

8/02/2016 11:31:00 PM

Sudah nonton Spotlight? jujur aku baru nonton, (yaampun kemana aja qoon? wkwk) Dan entah mengapa, antara efek lebay atau orangnya sangat drama, aku deg-degan abis nonton film itu. Lalu ingin sekali menuangkannya jadi bentuk tulisan. Jadi, buat yang belum nonton, saya sarankan menonton. Apalagi anak Jurnalistik!

Ada perbedaan yang sangat besar, yang saya temukan antara film Spotlight dan dunia jurnalisme yang saya temui saat dalam miniatur jurnalistik, alias ruang kelas, juga sepenggal kecil dunia jurnalistik saat magang di beberapa media.

1. Antusias
Seneng banget kalo ketemu orang yang punya binar mata menyala-nyala. Antusias tinggi. Totalitas, penuh semangat. Rasanya seperti tersetrum jutaan watt semangat.
Hal ini yang aku temukan di tim peliputan The Globe Bostone dalam melakukan investigasi mendalam. Mereka mencurahkan seluruh hati dan pikiran. Mewawancarai ratusan narasumber. Membaca ratusan dokumen, buku, dan arsip. Jam kerjanya tak dihentikan oleh jam kantor. Tapi seluruh waktunya untuk menggali dan menggali lebih dalam informasi. Mengumpulkan, dan merangkainya seperti puzzle. Bukan untuk nilai, bukan untuk gaji, bukan untuk menyenangkan hati editor. Tapi hanya ingin mengungkapkan kebenaran, dan menyelamatkan banyak orang. Menyuarakan mereka yang tak bisa berbicara. Aduhai, mulia sekali bukan.

Hal ini berkebalikan 180 derajat dengan yang aku temui di lapangan. Aku tak bisa melihat binar mata penuh nyala api itu pada teman-temanku (tidak semua tetunya). Sedihnya, juga pada mataku. Ah, maafkan kami. Saat kami mendapatkan tugas liputan mendalam dari abang, yang aku lihat hanyalah mata-mata kelelahan. Yang keluar dari mulut kami hanyalah keluhan dan sumpah serapah.
Yah, mungkin ini juga terjadi pada disiplin ilmu lainnya. Ketika mahasiswa mendapat tugas, yang ada hanya keluhan dan sumpah serapah. Bahkan memilih jalan pintas, seperti menyontek, copast, atau dikerjakan oleh teman. Seperti tidak sadar sedang kuliah. Padahal tugasnya tidak lain hanyalah untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas tiap mahasiswa. Banyak mahasiswa mendadak amnesia sepertinya, lupa bayar uang kuliah untuk apa.

Ini masalah besar pendidikan saat ini mungkin. PR-nya ialah bagaimana menciptakan kurikulum yang membuat pelajar kasmaran dengan ilmu pengetahuan. Bagaimana tiap mahasiswa bisa bahagia dan sangat antusias saat mengerjakan tugas. Belajar karena memang mencintai ilmunya. Ah, bukankah akan membuat suasana kampus sangat semarak. Penuh orang-orang penuh semangat.

2. Mental Baja
Salut banget sama mental para reporter The Globe Bostone . Diusir dari rumah, ruangan kerja, dan kantor narasumber berkali-kali. Dibentak, ditolak, dan diancam. Intinya, berkali-kali mereka dihantam perlakuan tidak menyenangkan dari narasumber, tapi tak menyurutkan sedikitpun langkah mereka.

Pun saat menggali informasi dari dokumen, buku, dan arsip. Mental mereka sama tangguhnya. Ada saat mereka harus mengidentifikasi pastur yang terindikasi bersalah dari puluhan buku tebal berisi 1500 nama pastur. Atau saat mereka harus mendapatkan dokumen rahasia yang dijaga ketat oleh sistem gelap gereja. Atau saat mereka harus membaca ratusan artikel yang memuat berita terkait.
Tak berkurang sedikit pun rasa semangat mereka. Malah semakin bertambah-tambah. Hal ini juga yang tidak aku temui pada sebagain besar (tidak semua) teman-teman mahasiswa dan saya juga tentunya. Hiks ..

Saat ditugaskan mengapresiasi satu buku setebal 300 halaman saja, butuh usaha ekstra keras untuk menguatkan mental ini. Juga saat ditugaskan mengumpulkan beragam artikel tiap minggunya, rasa bosan mudah sekali datang.

Pun sama halnya saat menghubungi narasumber. Nampaknya diksi "baper" membuat mental kami begitu tempe. Dijutekin dikin baper, ga dibales baper, di Php-in baper, lokasi jauh dikit mager. Ya Raabbb, jurnalis macem apa kami!

Ssoo, PR kita sangat banyak dan besar kawan!

Kalau kita mau lihat dari perspektif yang lebih tinggi. Persoalan ini sangat besar rupanya. Ini bukan lagi tentang Film Spotlight dan dunia Jurnalisme yang saya rasakan. Ini tentang kecintaan pada ilmu pengetahuan. Ini tentang rasa sungguh-sungguh dan totalitas dalam mengerjakan sesuatu. Khususnya bagi kalangan akademisi seperti saya.

Berapa banyak mahasiswa saat ini yang bahagia saat mengerjakan tugas?
Berapa banyak mahasiswa saat ini yang bahagia saat membaca buku?
Berapa banyak mahasiswa saat ini yang bersungguh-sungguh dan totalitas saat mengerjakan tugas? bukan sekedar mengumpulkan, apalagi hanya dikerjakan semalam sebelum deadline.

Padahal, perintah pertama yang Allah turunkan adalah "Iqra". Perintah membaca. Pun banyak sekali hadits Rasulullah tentang keutamaan orang yang menuntut ilmu. Juga ulama terdahulu, saat Islam membebaskan Andalusia, dan Konstantinopel, ilmu pengetahuan berkembang amat pesat. Tiap orang bisa menulis buku dengan beragam disiplin ilmu.

Hal ini mengindikasikan, kecintaan mereka yang teramat dengan ilmu. Aaak iri maksimal!
Yap, thats all!! Banyak PR besar menanti! Selamat mencintai setulus hati! Semoga Allah selalu menanamkan jutaan rindu akan ilmu dalam hati ini.

Selamat belajar! Selamat menerangi!


- Segala tuntutan, hujatan, dan nasihat, dalam tulisan ini untuk penulis sebenarnya. Buat kalian, ambil yang baiknya saja ya! 

You Might Also Like

0 komentar

Instagram