Kena Setrap Saat Liputan (Jujuju Part 2)

5/23/2015 10:37:00 PM

Matahari tepat di zenit. Pukul 12 tepat. Kulitku rasanya sedang terkelupas. Panas luar biasa!

Polisi-polisi berpakaian batik membuat pagar betis di hadapan kami. Puluhan meter panjangnya pagar polisi itu. Semua dipagari kecuali awak media.

Semua bersiap siaga. Melihat satu titik. Menunggu bapak-bapak kurus hitam, tapi menduduki posisi paling depan negeri ini, melintas. Lukya sudah siap dengan lensa wide dan tripod yang berfungsi untuk memperpanjang lengan. Aku sudah siap dengan lensa tele. Rencananya Lukya akan mengambil gambar wide, dan aku close up.

“Jokowi datang!”

Teriak salah satu warga. Tetiba seluruh orang merangsek ke depan. Polisi berpakaian batik semakin merapatkan barisan. Aku berusaha mengambil gambar dari sela-sela pagar betis polisi ini. Sialnya, ada seseorang menarik-narik lenganku, hingga mebuat gambar yang aku ambil bergoyang-goyang layaknya gempa bumi.

Ingin sekali aku memarahinya, tapi setelah ditengok, ternyata dia seorang ibu-ibu lanjut usia. Hoff... Kondisi yang lebih menyebalkan lalu terjadi. Seluruh awak media merangsek ke depan, berbaris di jalan di depan Gedung Merdeka. Sempurnalah sudah segalanya. Pemandangan Jokowi, Ridwan Kamil, Aher, dan segenap jajaran tertutup. AAAAK!><

Beruntung Lukya, dengan lengan tambahan berupa tripod, mampu menyibak segerombolan wartawan, dan mendapat gambar Jokowi. Alhamdulillah.... Tidak sia-sia usaha kami hari itu. Kami dapat gambar!

Seperti inilah suasana para wartawan mengambil gambar Jokowi dan jajaran. (Sumber foto: Galamedianews.com)
Percayalah itu kamera Lukya dan tripod akoooh >< (Sumber foto dari instagram @ridwankamil)

Pukul 12.30.

“Lukya, Ai, aku salat dulu ya” Ujar Qoonit sambil menitipkan kamera. Mungkin ada gambar yang bisa mereka dapatkan nanti.

Dengan langkah terburu-buru aku menuju Masjid Alun-alun dengan tamannya yang sedang nge-hits itu. Barisan polisi ternyata memagari hingga pintu masuk masjid. Saat masuk masjid pun aku harus melewati metal detektor layaknya masuk bandara.

Yaampuun benar-benar efek Jokowi ini... batinku dalam hati.

Ternyata masjid pun belum adzan. Belum ada salat berjamaah juga pastinya. Padahal waktu dzuhur sudah lewat 30 menit yang lalu. Rupanya imam dan muadzin masjid menunggu Jokowi datang.
“Apa-apaan ini, seharusnya Jokowi lah yang mengikuti waktu salat, bukan waktu salat yang menunggu jadwal acara Jokowi!” Batinku kesal.

Aku lalu menuju tempat wudhu masjid. Kedua orang di sebelahku meletakkan barang mereka di atas dinding tempat wudhu. Mereka memberiku inspirasi untuk melakukukan hal yang serupa. Kuletakkan lah tas unguku di atas dinding.

Selesai berwudhu.

Tas unguku nihil.

Panik mode on!

AAAAKKKK....TAS AKU MANA! MASA ADA YANG NGAMBIL CUMA DITINGGAL WUDHU!! Teriakku dalam hati.

Kalang kabut, tengok kanan-kiri, nihil.

Lalu naik bangku untuk melihat atas dinding tempat wudhu, tempat aku menaruh tasku beberapa 
menit yang lalu, nihil.

Tapi tunggu! Sekelebat bayangan ungu melintas.

Aku naik bangku lagi.

Lalu melihat tasku sudah mengapung-ngapung di bak tempat penampungan air wudhu.

Astaghfirullaaah...

Aku angkat tas ungu itu, byurrrrr.... air mengucur deras dari tas.

Sambil terus beristighfar, aku membedah tas unguku itu. Semua basah kecuali tele, benda termahal di dalam tas itu. Alhamdulillah... dan berjuta syukur karna telah menitipkan kameraku pada Ai.

Tabku terendam, layarnya mati, airnya terlihat sudah masuk, flash-nya menyala-nyala, tanda error. Buku catatan, dan segala isi tas basah kuyup.

Kalau sebelum salat aku menggondong tas ungu. Setelah selesai salat aku menggondong keresek putih besar berisi semua barang-barangku. Ah, sungguh tidak keren.

Di tengah terik matahari yang sedang panas-panasnya, semua orang merapat, mencari tempat berteduh. Semuanya, kecuali aku. Sebelumnya, aku mencoba mencari Lukya dan Ai, tapi tak ketemu. Mau menghubungi alat komunikasi mati.

Jadilah aku sendirian, duduk di antara bangku-bangku alun-alun. Menjemur semua barang-barang elektronikku yang basah kuyub. Mungkin masih bisa diselamatkan. Pikirku.

Pemandangan saat itu sangatlah kontras. Mungkin banyak yang memandangku bingung, "Ngapain orang itu, sendirian, panas-panasan duduk di situ?" Aku hanya bisa menunduk, menunggu barang-barangku, sambil menunggu Ai dan Lukya.

Rasanya seperti sedang disetrap Allah. Melalu skenarionya, Ia mampu membuatku duduk sendirian di tengah ramainya orang. Ia mampu membuatku duduk, terpanggang sinar matahari, di saat banyak tempat untuk berteduh.

Astaghfirullah.. 

Aku lalu ingat kisah Umar bin Khatab, yang menginfakan seluruh kebunnya karena lalai salat berjamaah. Padahal kesalahannya hanya telat salat berjamaah, bukan terlambat salat 30 menit, 1, atau 2 jam dari waktu salat. Hofff... emang beda kualitas iman, heuuu :'''''(

Kalau aku jadi Umar, mungkin seluruh gadget yang aku miliki sudah diinfakkan :''(

Cupu banget sih qoon

Sepertinya ini teguran dari Allah, karna sering lalai gegara main tab. Gegara balesin chat di Line, liat instagram. liat facebook, dan hal remeh temeh yang sebenarnya tidak penting.

Semenjak hari itu, aku kesulitan berkomunikasi. Rasanya aneh tidak bisa buka line, instagram, whatsapp. Penasaran dengan perkembangan grup Infokom, Kanan, grup keluarga di Wa, dan grup-grup lainnya. Alhamdulillah-nya Mumut bernaik hati meminjamkan aku hp. Makasi mumut, lofff..lofff :))

Ahoooyyy! Liputan jujuju kembali membuahkan hikmah luar biasa lagi!

Semoga bisa membuat Qoonit lebih baik lagi! Nantikan kisah selanjutnya :D


Ini hasil liputannya! Daaaan liputan ini berhasil mendapatkan penghargaan sebagai Best Reporter! Aaahhh emang kalian kereen sekali Lukya Panggabean dan Rizani Hammama :D


You Might Also Like

0 komentar

Instagram