Bermain Peran

1/05/2015 11:58:00 PM

Dunia itu sebuah drama. Dimainkan oleh puluhan milyar peran. Sebuah karya Mahahebat, disutradai oleh zat yang Mahacerdas, Mahakuasa, Mahasegalanya.

Entah sadar atau tidak, kita pun termasuk aktor dalam dramanya. Kadang karena terlalu serius memainkan peran, kita lupa dengan orang-orang disekitar kita.

Coba perhatikan seorang nenek tua berumur 60 tahun yang tinggal di pedalaman hutan. Jauh dari hingar bingar kota. Setiap hari rutinitasnya hanya mencari kayu bakar dari pagi buta, menjualnya, lalu membelanjakan uangnya untuk makan. Begitu terus berulang setiap hari.
Nenek itu tidak pernah sekolah, tidak peduli ada presiden baru, tidak peduli ada pejabat yang korupsi triliunan rupiah.

atau

Coba perhatikan bapak supir bus berumur 48 tahun. Hidup membuat wajahnya lebih tua lima tahun. Berangkat pagi buta, mencari penumpang. Kembali ke rumah saat hampir tengah malam, sibuk kejar setoran. Berangkat saat anaknya masih tidur, dan pulang saat anaknya sudah tidur. Dipusingkan oleh masalah biaya pendidikan, biaya kesehatan, dan biaya kontrakan rumah.

Bapak itu tidak peduli iklan rokok yang melanggar kode etik. Tidak peduli tontonan televisi yang tidak mendidik. Juga tidak peduli apa santapan sehari-hari televisi yang ditonton anaknya.

atau

Coba perhatikan pemuda 18 tahun, yang bekerja sebagai penjaga toilet. Dari pagi hingga malam, ia hanya duduk di depan kotak bertuliskan "Biaya kebersihan Rp2000". Menunggu orang-orang memasukkan uang ke dalam kotak itu, lalu bengong. Diam, melamun, menunggu. Begitu sepanjang hari, menghabiskan masa mudanya.

Pemuda itu sudah lupa pernah ada kata yang namanya "cita-cita". Ia tidak peduli dengan ujian masuk universitas. Tidak peduli dengan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Tidak peduli dengan luas dan lezatnya ilmu-ilmu di dunia ini. Ia tidak dipusingkan dengan tugas-tugas melelahkan, juga tidak stres karena ujian.

atau

Coba perhatikan bocah-bocah yang berkeliaran di lampu merah. Tangannya mahir memainkan alat musik dari botol yang berisi beras. Mulutnya sudah hafal komat-kamit menyanyikan lagu yang sama sekali tidak menghibur. Seharian di jalanan. Berteman dengan terik panas matahari, debu dan asap kendaraan. Ketika malam hari para bos sudah menunggu setoran uang hasil mengamen seharian.

Bocah kecil itu sudah lupa rasanya dibelai orang tua. Ia sudah lupa bagaimana rasanya mendapat hadiah-hadiah kecil dan pujian tulus karena melakukan hal baik yang sederhana. Mereka tidak punya pr matematika, penjumlahan sederhana. Tidak punya pr menggambar, atau mengarang cerita liburan.

Sadarkah?

Dari seluruh peran-peran yang ada, sangat mungkin untuk Allah menempatkan aku dalam posisi mereka. Aku dan kamu punya kemungkinan yang sama untuk terlahir menjalankan peran-peran itu. Namun, nyatanya tidak.

Aku dibesarkan dalam keluarga yang religius. Dongeng-dongeng sebelum tidurku adalah kisah-kisah rasul dan para sahabat. Orang tua dan guru-guruku selalu mengajarkan moralitas dan pentingnya hidup dalam kebaikan. Aku dibesarkan dalam keluarga yang penuh kasih sayang, yang mengerti cara membesarkan seorang anak. Aku dibesarkan dalam limpahan pujian untuk hal-hal baik walau sederhana. Juga hadiah-hadiah sederhana untuk prestasi-prestasi kecil, tapi senang bukan main menerima itu.

Aku dekat dengan dunia pendidikan. Aku melalui setiap fase pendidikan dengan baik. Mengenal dunia mimpi dan cita-cita. Masalahku seputar ujian dan tugas-tugas kuliah. Bahkan sempat menicicipi Olimpiade Sains Nasional walau hanya pada tahap provinsi.

Aku termasuk segelintir kecil rakyat Indonesia yang beruntung dapat merasakan bangku kuliah.
Semua kemudahan dan keberuntungan yang Allah anugerahkan kepadaku tentu bukan sebuah kebetulan. Tentu bukan tanpa alasan.

Ketimpangan peran yang aku mainkan dengan peran-peran yang kurang beruntung di luar sana mengartikan:

"Aku punya tanggung jawab yang lebih besar"

Semakin banyak tahu, semakin besar tanggung jawab yang kita miliki.

Saat hari perhitungan kelak Allah akan menanyakan 4 pertanggungjawaban:

Usia untuk apa dihabiskan
Ilmu untuk apa diamalkan
Jasmani untuk apa dipergunakan
Harta dari mana didapatkan, dan kemana dibelanjakan

Manfaat yang disebarkan harus lebih luas. Teman-teman yang dirangkul harus lebih banyak.

Kontribusi yang diberikan harus lebih berarti.

Semangat menebarkan kebaikan! :D

Dari bumi Pangliaran, Tasik.

KKN hari ke-12

You Might Also Like

0 komentar

Instagram